Pakar Hukum Tata Negara UGM: Kita Banyak Disuguhi Keburukan Bernegara, Mari Nyalakan Alarm Tanda Bahaya

Zainal Arifin Mochtar
Zainal Arifin Mochtar
0 Komentar

PAKAR Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar menyoroti upaya merevisi Undang-Undang Pilkada setelah Mahkamah Konstitusi (MK) putusan mengubah syarat pencalonan dalam UU Pilkada. Menurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.

“Belakangan kita banyak disuguhi keburukan bernegara. Saya yakin, keburukan tak pernah menyukai kebaikan. Putusan MK kemarin adalah kebaikan kecil bagi demokrasi dan jika kebaikan kecil itu saja ada yang mau lawan, maka itu pasti barisan keburukan. Kita harus balik melawan!” tulis Zainal dalam akun instagramnya @zainalarifinmochtar, dikutip Rabu (21/8).

Menurut Zainal, putusan MK itu bentuk kebaikan kecil bagi demokrasi yang sekian lama dirusak termasuk MK sendiri. Namun seusai putusan MK tersebut, Zainal ada yang berusaha melawan dengan merevisi UU Pilkada.

Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes

“Btw, tetiba ada yang mau melawan putusan MK baik itu dengan merevisi UU Pilkada. Mari nyalakan alarm tanda bahaya dan melawannya. Kali ini, tak boleh dibiarkan kepentingan politik dan tidak demokratis bisa menang berkali-kali. Lawan!” kata Zainal.

Bunyi Putusan Mahkamah Konstitusi

MK sebelumnya mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD atau 20 persen kursi DPRD. Melainkan ditentukan oleh perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Putusan MK itu membuka pintu setiap partai politik mencalonkan masing-masing jagoan di Pilkada.

Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu 10 persen; 8,5 persen; 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait. Salah satunya contohnya di Provinsi DKI Jakarta dengan penduduk 6-12 juta jiwa maka partai politik mencalonkan kini menjadi 7,5 persen suara atau kursi DPRD.

Sehari setelah putusan MK tersebut, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada pada hari ini, Rabu (21/8).

0 Komentar