Mitigasi Perubahan Iklim yang Lebih Ramah, Save the Children Kampanye Climate Generation

Mitigasi Perubahan Iklim yang Lebih Ramah, Save the Children Kampanye Climate Generation
Edukasi anak akan perubahan iklim sangat penting dilakukan mulai saat ini (Ist)
0 Komentar

SAVE the Children bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) meluncurkan gerakan “Climate Generation” di Kemang, Jumat (22/4).

“Aksi ini merupakan gerakan yang diprakarsai dan dipimpin oleh anak-anak dan remaja untuk memastikan bahwa anak-anak dan keluarganya terutama yang terkena dampak langsung krisis iklim dapat bertahan dan beradaptasi, serta memperkuat upaya mitigasi perubahan iklim yang lebih ramah anak,” ujar juru bicara Yayasan Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung.

Selina menjelaskan, berdasarkan laporan global Save the Children “Born into the Climate Crisis” yang diterbitkan pada September 2021, jutaan anak Indonesia yang lahir pada tahun 2020 berisiko menghadapi peningkatan tiga kali lipat banjir dari luapan sungai, dua kali lebih sering kekeringan, dan tiga kali lipat. kemungkinan akan mengalami gagal panen.

Baca Juga:Warga Palestina Kecam Langkah Israel untuk Menutup Perbatasan di Jalur GazaAl Battani, Astronomi Muslim Abad ke-9

Lebih parah lagi, dampak krisis iklim ini membuat jutaan anak dan keluarga jatuh miskin terus-menerus di Indonesia, kata Selina.

Studi ini dengan jelas menggambarkan bahwa anak-anak menanggung beban berat tumbuh dalam situasi genting karena mereka lebih rentan secara fisik, sosial dan finansial.

“Secara nasional, hasil prakiraan iklim sepuluh tahun menunjukkan bahwa akan ada pengurangan curah hujan selama El Nino. Berdasarkan prediksi kejadian cuaca kering ekstrim pada tahun 2020-2025, beberapa daerah diperkirakan akan mengalami cuaca ekstrim yang tidak normal,” katanya.

Ia mencontohkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyebutkan ada 4.650 bencana alam dan 99,2% di antaranya terkait dengan faktor iklim dan cuaca.

Di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, misalnya, jumlah pengungsi akibat kekeringan meningkat signifikan dari 21.688 jiwa pada 2018 menjadi 139.746 jiwa pada 2019, meningkat enam kali lipat. Banyak dari yang terkena dampak adalah anak-anak.

Di Sulawesi Selatan, penduduk yang terkena gelombang badai dan abrasi diperkirakan mencapai 265.307 jiwa. Dari jumlah tersebut, 40.508 merupakan kelompok rentan termasuk anak-anak. “Anak-anak yang tinggal di Kepulauan Selayar, Takalar, Kepulauan Pangkajene dan Makassar sangat rentan terhadap abrasi,” kata Selina.

Di Jawa Barat, peristiwa banjir melanda 247 pada tahun 2021, menewaskan 20 orang, melukai 282 dan menggusur 1.440.252 termasuk anak-anak.

0 Komentar