Mimpi Sejuta

0 Komentar

SAYA terkejut senang. Yakni ketika menerima whatsapp (WA) dari teman baik. Yang memberitahukan bahwa pemerintah sudah punya target  memproduksi minyak mentah 1 juta barel.

Itu angka keramat yang sulit dicapai presiden siapa pun, kecuali Pak Harto.

Produksi minyak mentah kita turun terus. Terakhir kurang dari 800.000 barel setahun. Akibatnya kita harus impor BBM terus. Pun kian lama kian besar. Setara 1,2 juta barel  per tahun.“Hebat,” kata saya dalam hati.

Baca Juga:Mantan Tentara Tembak Mati Wartawan karena Tulis Kasus KorupsiKapal-Kapal Nelayan China Kembali Berkeliaran di Natuna

Mestinya teman saya itu jangan meneruskan WA-nya. Yang hanya membuat kegembiraan saya itu layu ketika baru saja mulai berkembang.

“Itu target tahun 2030,” tulisnya.

Ups…

Ya sudah.

Yang penting ada target. Kalau pun tidak tercapai kan kita sudah lupa.

Tapi belum tentu tidak tercapai. Bisa jadi justru tercapai lebih cepat.

Mengapa?

Pemerintah Jokowi sudah mengoreksi keputusan pemerintah Jokowi sebelumnya. Yakni tidak lagi memaksakan aturan gross split pada investor di ladang migas.

Menteri ESDM yang baru, Arifin Tasrif, membuat putusan bijak. Tidak perlu mencabut peraturan menteri sebelumnya, yang membuat Bu Susi sewot.

Ups… Salah.

Ini kan tidak ada hubungannya dengan Bu Susi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Ini menyangkut Kementerian ESDM. Yang aturan gross split itu memang banyak juga bagusnya.

Baca Juga:3 Juli 1988: Kapal Perang AS Tembak Pesawat Iran AirKurtubi: China Ingin Kekayaan Migas di Natuna, Bukan Ikan

Kini, dengan peraturan bijak itu, investor boleh pilih. Ada dua menu yang kini tersedia: menu lama (gross split) atau menu yang lebih lama lagi (cost recovery).

Di atas kertas sistem gross split sebenarnya memang lebih sederhana. Juga bisa menghilangkan ruwetnya proses persetujuan untuk mendapatkan cost recovery.

‘Keruwetan’ itulah yang selama itu membuat birokrasi di BP-Migas (kini SKK Migas) menjadi obesitas, dengan segala penyakit ikutannya.

BP-Migas pernah menjadi mirip kerajaan di dalam negara.

Saya pernah ke kantor Kepala BP Migas. Waktu saya masih menjadi sesuatu dulu. Saya kaget-habis: mewahnya tak terpermanai.

Ruang kepala itu satu lantai penuh. Dengan perabotan yang sangat tidak pantasnya, sebagai kantor instansi pemerintah.

Saya benar-benar speechless.

0 Komentar