Mengurai Mitos-mitos Mengerikan Tata Niaga Tembakau

Mengurai Mitos-mitos Mengerikan Tata Niaga Tembakau
Foto: ThinkWay
0 Komentar

Namun, perbedaan yang paling besar dari tembakau dengan komoditas-komoditas sekelompoknya adalah pada industri yang menyerapnya. Industri rokok kretek, penyerap terbesar hasil tembakau petani, berada di dalam negeri. Dan, untuk beberapa sentra tembakau terkemuka seperti Temanggung dan Madura, industri ini menampakkan diri di depan petani dengan jauh lebih luas dalam wujud grader atau perwakilan. Karena itu, perlu ditegaskan, grader atau perwakilan pabrik sebenarnya bukan satu mata rantai yang memperantai pedagang dan pabrik, melainkan pabrik itu sendiri. Dengan demikian, pada prinsipnya, dari petani ke pabrik, tembakau hanya melewati tiga titik: petani – pedagang – pabrik.

Uniknya, para juru biacara antitembakau biasanya menuntut tembakau untuk sesederhana komoditas sembako atau sayur-sayuran, dimana petani langsung bisa bertransaksi dengan ujung rantai tata niaga, dalam hal ini pabrik, sementara mereka lupa membuat perbandingan dengan tata niaga komoditas-komoditas lain yang ujung rantainya sama, yaitu industri. (Padahal yang sering tak diungkap, pada tata niaga lain semisal sayur-mayur, justru petani tidak memiliki posisi tawar. Sebab, harga ditentukan sepihak oleh pasar induk, sementara harga tersebut dapat naik-turun setiap jam).

Tapi jika pun mereka ingin menemukan tata niaga tembakau sesederhana sebagaimana yang mereka kehendaki, mereka bisa menemukannya di sentra tembakau seperti di Malang. Rantai tata niaga tembakau di Malang jauh lebih sederhana dibanding tempat lain karena di sekitar sana grader tidak eksis, sebab pabrik tidak membuka perwakilannya (Alamsyah, 2011:116).

Rampung di Atas, Gemuk di Tengah

Baca Juga:Pengamat: Jokowi Buka Kedok Elit Parpol Pemburu JabatanCuitan Fahri Hamzah Soal Tudingan Din Syamsuddin Biayai Teroris Permainan Orang Sakit

Ada banyak tuduhan jika tata niaga tembakau dikuasai oleh segelintir pemain yang sangat berkuasa, yaitu pabrik-pabrik rokok besar seperti Djarum, Gudang Garam, Sampoerna, atau Bentoel. Pabrik-pabrik inilah yang dianggap bisa menentukan hitam-putih niaga tembakau. Maka, terjadilah praktik oligopsoni.

Yang pertama-tama perlu diluruskan, pabrik-pabrik rokok besar itu sebenarnya adalah sebagian saja dari penyerap tembakau petani.Pabrik-pabrik besar itu memang menyerap sebagian besar tembakau petani, tapi kita tak bisa mengesampingkan pabrik-pabrik rokok menengah hingga rumahan. Selain itu, di beberapa tempat seperti Sumedang, Parakan, Malang, dan di beberapa sentra tembakau lain, tembakau petani juga dijual secara eceran di pasar-pasar.

0 Komentar