Menelisik Pasal di RUU KUHP: Layakkah “Perkosaan” Pada Istri Dipidana?

Menelisik Pasal di RUU KUHP: Layakkah “Perkosaan” Pada Istri Dipidana?
Prof. Dr. Pierre Suteki, S.H., M.Hum. Guru Besar Fakultas Hukum Undip Semarang
0 Komentar

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَ زَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa (sunah) sedangkan suaminya berada di rumah, kecuali dengan izinnya.” (HR Bukhari)

Masih dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا اَلْمَلآئِكَةُ حَتىَّ تُصْبِحَ

“Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu istri enggan sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR Bukhari)

Menolak ajakan bersetubuh dengan suami tentu dapat menyebabkan suami menjadi kecewa dan menjadi timbulnya konflik dalam keluarga. Hal ini berpotensi akan berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga. Pada akhirnya jika hal itu sering terulang dan menjadi kebiasaan, maka akan menimbulkan kebencian suami.

Baca Juga:Ketika Pertemuan Menteri Luar Negeri G-20 di Bali Jadi Kegagalan BesarKembali Menggugat Presidential Threshold

Meskipun masalah ajakan berhubungan seks dianggap sepele, namun menolak ajakan suami untuk berhubungan intim akan menimbulkan dosa besar terhadap istri. Artinya, melayani suami selain sebagai tanggung jawab juga merupakan salah satu ibadah yang mengantarkan istri ke surga.

Pertanyaan yang perlu diajukan adalah, bagaimana jika istri sedang menderita sakit, sehingga merasa berat melayani suaminya. Apakah istri berdosa jika menolak ajakan suaminya? Sebagaimana diterangkan di muka, pada dasarnya, istri wajib memenuhi ajakan suami untuk berhubungan intim.

Akan tetapi jika istri sedang sakit atau sedang mengalami gangguan psikis lainnya yang mengakibatkan berat melayani suaminya, maka suami tidak boleh memaksanya untuk berhubungan intim. Tapi, masih ada cara lain agar kebutuhan batin suami terpenuhi, yaitu dengan cara mencium, membelai, atau lainnya. Selama hal itu tidak membahayakan terhadap si istri.

Nabi SAW bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh melakukan sesuatu yang berbahaya atau membahayakan (orang lain).” (HR Ahmad,  Malik dan Ibnu Majah)

Allah swt juga berfirman dalam surah Annisa’ ayat 19:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaulah dengan mereka secara patut.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap terbaik suami adalah berlaku lemah lembut terhadap istrinya. Tidak memaksa si istri melakukan sesuatu yang berat untuk dilaksanakannya. Suami tidak boleh memaksakan syahwatnya tanpa memperhatikan kondisi istrinya.

Maka jika istri terlihat merasa enggan melayaninya karena sakit atau meriang, hendaknya suami mencari tahu kondisi istrinya, bersabar dan berusaha menghilangkan  kekurangan yang ada pada istrinya (dikutip dari https://bincangsyariah.com/nisa/istri-sakit-apakah-boleh-menolak-ajakan-berhubungan-intim-suami/zulfikar, 30 Januari 2019).

0 Komentar