Menebak Kekuatan Jokowi di Pemerintahan Prabowo Subianto

Presiden Joko Widodo (Setpres)
Presiden Joko Widodo (Setpres)
0 Komentar

JOKOWI memiliki banyak pencapaian selama masa jabatannya, termasuk proyek infrastruktur besar-besaran, perbaikan layanan kesehatan dan pendidikan, serta pengembangan ekonomi digital. Salah satu proyek terbesar yang masih akan berlanjut adalah pembangunan IKN baru di Kalimantan Timur. Melalui proyek ini, Jokowi tidak hanya mewariskan visi besar, tetapi juga keterlibatan yang mendalam dalam implementasinya.

Namun, penting untuk mempertanyakan bagaimana Jokowi akan memanfaatkan pengaruh dan koneksi yang telah ia bangun selama menjadi presiden untuk tetap relevan. Ini penting karena jika Jokowi berbeda dengan sosok mantan presiden lain macam Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang masing-masing punya kekuatan politik berbekal kepemimpinan dan pengaruh di partai politik mereka: Mega dengan PDIP, SBY di Demokrat.

Dengan demikian, salah satu cara yang bisa diambil Jokowi untuk tetap relevan adalah dengan memainkan peran sebagai penasihat tidak resmi bagi pemerintahan Prabowo atau menduduki posisi strategis dalam partai atau lembaga yang berhubungan dengan kebijakan publik dan pembangunan.

Pertanyaannya adalah akankah berhasil?

Post-Presidency Syndrome

Baca Juga:Komnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai Jebol

Menurut teori kepemimpinan post-presidency yang diajukan oleh para scholar, seorang mantan presiden bisa tetap berpengaruh melalui berbagai cara. Dalam teori Continuity Leadership disebutkan bahwa mantan pemimpin dapat mempertahankan pengaruh mereka melalui jaringan dan hubungan yang telah mereka bangun.

Dalam konteks ini, Jokowi bisa menjadi mentor atau penasihat yang penting bagi Prabowo, terutama dalam kelanjutan proyek-proyek strategis seperti IKN.

David G. Winter, seorang ahli psikologi politik, menyatakan bahwa kekuatan politik tidak selalu bergantung pada posisi formal, tetapi juga pada kharisma dan kemampuan untuk mempengaruhi opini publik dan keputusan politik. Jokowi, dengan popularitasnya yang masih tinggi, memiliki modal ini.

Michael Nelson, dalam bukunya The Presidency and the Political System, juga menyoroti bahwa mantan presiden dapat memainkan peran penting dalam membentuk arah kebijakan pemerintah yang baru melalui dukungan publik dan jaringan politik yang luas. Ini relevan dalam kasus Jokowi, yang memiliki basis dukungan kuat dan jaringan politik yang luas.

Pelajaran penting bisa diambil dari Megawati dan SBY, dua mantan presiden Indonesia yang tetap berpengaruh setelah meninggalkan jabatannya. Megawati, sebagai ketua umum PDIP, tetap menjadi tokoh sentral dalam politik Indonesia, berperan dalam menentukan kandidat presiden dan mengarahkan kebijakan partai. SBY, meskipun lebih moderat, tetap aktif melalui Partai Demokrat dan berperan dalam memberikan pengaruh dalam politik nasional.

0 Komentar