Melacak Kasus Dugaan Gratifikasi Wamenkumham Eddy Hiariej

Melacak Kasus Dugaan Gratifikasi Wamenkumham Eddy Hiariej
Edward Omar Sharif Hiariej saat menjadi saksi ahli pasangan Jokowi-Maruf pada sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) 2019 lalu. (Foto: Ist)
0 Komentar

KPK resmi menetapkan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai tersangka korupsi. Pria kelahiran 10 April 1973 tersebut diduga menerima gratifikasi dari seorang pengusaha.

“Penetapan tersangka wamenkumham benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu dengan empat orang tersangka. Dari pihak penerima tiga orang, pemberi satu,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis 9 November 2023.

Akan tetapi, Alex tidak merinci siapa saja tersangka selain Eddy. Ia juga tidak menjawab besaran suap maupun struktur kasus yang menyeret nama guru besar Fakultas Hukum UGM Yogyakarta tersebut.

Baca Juga:enCity Urban Solution Bikin Butom Industrial Park di Kawasan Rebana MetropolitanMossad, CIA Bertemu PM Qatar di Doha Soal Kesepakatan Pembebasan Sandera di Gaza

Kasus Eddy ini berawal dari laporan Koordinator Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso. Sugeng melaporkan Eddy pada 14 Maret 2023, lantaran menerima uang yang diduga gratifikasi sebesar Rp7 miliar.

Dalam pelaporan itu, Eddy disebut menerima dugaan gratifikasi dari pengusaha bernama Helmut Hermawan. Sang pengusaha sebelumnya meminta konsultasi hukum kepada Eddy. Saat itu ia tengah bersengketa dengan pengusaha Zainal Abidinsyah selaku pemilik PT Aserra Capital tentang kepemilikan saham perusahaan tambang nikel PT Citra Lampia Mandiri (CLM).

Sebagai catatan, kedua pihak mengajukan sengketa perdata dengan nomor perkara 420/Pdt/G/2020/PN Jkt.Sel. Dalam permohonan, permasalahan terjadi karena PT Asia Pasific Mining Resources memegang 85 persen saham PT Citra Lampia Mandiri, sebuah perusahaan tambang berlokasi di Malili, Sulawesi Selatan dengan total area tambang seluas 10 ribu hektar, padahal 7.340 hektar izin telah kadaluwarsa. Pihak perusahaan diklaim sudah melakukan eksplorasi kecil dengan pertimbangan daerah potensial untuk eksplorasi nikel. Kedua pihak akhirnya bekerja sama karena CLM menjanjikan kemampuan produksi hingga 100 ribu WMT per bulan dengan kualitas bagus.

Penggugat, yakni PT Aserra Capital, menilai perusahaan merugi hingga 2 juta dolar AS dan kerugian memberikan modal kerja hingga Rp20 miliar karena upaya bujuk rayu dari pihak CLM.

Putusan juga memuat bahwa Helmut dkk telah ditetapkan sebagai tersangka hingga Zainal lewat PT Aserra menyerahkan dana sebesar 2 juta dolar AS dan menandatangani perjanjian jual beli bersyarat. Padahal, secara situasi, izin tambang yang dimiliki hanya 2.660 hektar dengan status CLM tengah bersengketa dari 2017 dengan Isrullah Achmad, salah satu pemiliki saham CLM yang notabene tengah diblokir.

0 Komentar