Media Economist Soroti Pemerintah Indonesia Gemar Melabeli PNS Radikal dan Berbahaya

Media Economist Soroti Pemerintah Indonesia Gemar Melabeli PNS Radikal dan Berbahaya
Ilustrasi PNS
0 Komentar

MEDIA Economist menyoroti pemerintah Indonesia yang menilai pegawai negeri sipil (PNS) sebagai pegawai radikal dan berbahaya. Artikel berjudul ‘Indonesia’s campaign against Islamists is a ploy to silence’, mengajak pembaca untuk membedah siasat pemerintah membungkam mereka yang kritis dan tidak sepaham sebagai kelompok ekstremis dan radikal.

Media yang berbasis di London, Inggris, itu memulai ulasan dengan para pejabat di Indonesia yang secara teratur menuding sebagian besar pekerja sektor publik sebenarnya adalah ekstremis Islam. Para menteri dan kepala intelijen terus mengecam ‘radikalisme’ yang ada di birokrat dan guru.

Kekhawatiran semacam itu sebagian berasal dari keterikatan elite penguasa terkait pluralisme agama. Dari 274 juta penduduk Indonesia, sekitar 87 persen merupakan Muslim, yang menjadikan populasi di Indonesia sebagai Muslim terbesar di dunia. Tapi, Indonesia bukan negara Islam. Sekutu Barat telah lama merayakan Indonesia karena menggabungkan kesalehan yang meluas dengan komitmen terhadap nilai-nilai liberal.

Baca Juga:Pasukan Ukraina Ditarik Mundur dari Sievierodonetsk3 Meninggal Dunia, Bus Pariwisata Membawa 60 Siswa SD Terjun ke Jurang Sedalam 25 Meter

Sayangnya, serangan para pejabat terhadap PNS terkait radikalisme memiliki tujuan yang kurang mulia. Elite politikus mulai resah pada 2016 ketika kelompok Islamis tersebut muncul sebagai kekuatan politik selama demonstrasi besar besar di Jakarta. Ratusan ribu orang turun ke jalan untuk mengecam pernyataan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dianggap menghujat Islam. Ahok merupakan sekutu dekat Jokowi.

Dalam bayangan Presiden Soeharto, Jokowi telah merespons fenomena itu dengan represi. Pada 2020, Jokowi melarang Front Pembela Islam (FPI), ketika enam pendukungnya tewas dalam baku tembak dengan polisi pada tahun itu. Jokowi juga menyasar sektor publik. Pada 2019, ia membentuk satuan tugas (satgas) untuk menghapus ekstremis dari jajarannya.

Anggota satgas diambil dari lintas kementerian dan Badan Intelijen Negara (BIN). Pemerintah pun mendorong anggota masyarakat untuk waspada terhadap pandangan ekstremis PNS melalui laman khusus.

Kebijakan pemerintah pun mulai menyaring pelamar PNS untuk menilai keyakinan agama mereka. Instansi pemerintah mengadakan seminar yang dirancang untuk menanamkan loyalitas PNS kepada negara. Bidang keamanan telah mengirimkan daftar anggota pegawai yang diduga memiliki pandangan ekstremis kepada administrator di universitas negeri dan bos BUMN.

0 Komentar