Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan untuk Larang Pelanggar HAM Maju Capres-Cawapres

Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan untuk Larang Pelanggar HAM Maju Capres-Cawapres
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diminta mundur dari MK jika Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka resmi ditetapkan menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto. Foto/Dok MK
0 Komentar

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak gugatan untuk melarang seorang pelanggar HAM maju sebagai calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).

Hal itu diputuskan majelis hakim dalam sidang pembacaan putusan nomor 102/PUU-XXI/2023, Senin (23/10).

“Menyatakan permohonan pemohon ditolak seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman disusul ketukan palu dalam sidang.

Majelis hakim menilai, gugatan tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Baca Juga:Pilpres 2024, Arena Mbak Mega dan Pak JokowiAmbruk! Rupiah Tembus Rp15.900

Pasalnya, mahkamah menganggap tidak ada penjelasan yang rinci terkait kasus pelanggaran HAM berat yang diajukan pemohon. Ini, ucap Hakim Daniel, menambah kerumitan tersendiri.

Menurut Mahkamah, perlu juga ada kepastian hukum terkait kasus HAM yang diajukan pemohon agar tidak melanggar asas praduga tak bersalah.

Sementara untuk gugatan usia capres maksimal 70 tahun juga dianggap tidak beralasan karena sudah kehilangan objeknya.

Ini karena, Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang awalnya digugat sudah berubah lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pekan lalu, yang membuka kesempatan untuk putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju Pilpres 2024.

Perkara ini diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, dengan menyertakan 98 advokat.

Mereka ingin agar MK mengubah Pasal 169 huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) guna melarang pelanggar HAM maju sebagai capres.

Dalam petitum gugatannya, mereka meminta supaya larangan itu berbunyi “tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya.”.

Baca Juga:Pemilu 2024 Dianggap Politik Sayang Anak, Kok Bisa ?Cak Imin Geser AHY, Sandiaga Uno Tersingkir oleh Mahfud MD, Akhirnya Gibran Lengserkan Erick Thohir

Mereka juga mengutip Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur tentang pemberhentian presiden dan wakil presiden apabila “terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden”.

0 Komentar