Mahkamah Konstitusi Thailand Berhentikan PM Srettha Thavisin

Mantan PM Thailand Srettha Thavisin (AP/Sakchai Lalit)
Mantan PM Thailand Srettha Thavisin (AP/Sakchai Lalit)
0 Komentar

MAHKAMAH Konstitusi Thailand memberhentikan Perdana Menteri (PM) Srettha Thavisin, Rabu (14/8/2024). Ia disebut melanggar etika dengan mengangkat seorang menteri yang menjalani hukuman penjara, sehingga meningkatkan ancaman pergolakan politik dan goncangan dalam aliansi pemerintahan.

Srettha, seorang taipan real estate menjadi PM Thailand keempat dalam 16 tahun yang dicopot dalam putusan pengadilan yang sama. Padahal ia kurang dari setahun menjabat.

Para hakim menilainya gagal menjalankan tugasnya dengan integritas. Ini artinya parlemen harus bersidang untuk memilih PM baru dan membuat prospek ketidakpastian yang lebih besar di negara tersebut.

Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya

“Pengadilan telah menemukan 5-4, bahwa terdakwa diberhentikan sebagai perdana menteri karena kurangnya kejujurannya,” kata para hakim, seraya menambahkan bahwa perilakunya sangat melanggar standar etika dikutip Reuters.

Peradilan Thailand memang memainkan peran penting dalam politik Negeri Gajah Putih. Pengadilan yang sama minggu lalu membubarkan Partai Move Forward setelah partai memutuskan mengkampanyekan reformasi undang-undang penghinaan terhadap keluarga kerajaan karena berisiko merusak monarki konstitusional.

Putusan tersebut juga datang pada saat ekonomi Thailand belum bangkit. Di mana sejumlah sektor seperti ekspor dan belanja konsumen masih lemah, diikuti utang rumah tangga yang sangat tinggi, dengan lebih dari satu juta usaha kecil tidak dapat mengakses pinjaman.

Pemerintah Thailand memperkirakan pertumbuhan hanya sebesar 2,7% untuk tahun 2024, tertinggal dari negara-negara tetangga. Bursa saham di Thailand juga telah menjadi pasar dengan kinerja terburuk di Asia tahun ini dengan indeks saham utamanya (SETI), turun sekitar 17%.

“Saya sedih harus meninggalkan jabatan sebagai perdana menteri yang terbukti tidak etis,” kata Srettha kepada wartawan di Gedung Pemerintah.

“Saya melaksanakan tugas saya dengan integritas dan kejujuran,” klaimnya.

Putusan pemberhentian Srettha diyakini dapat mengguncang “gencatan senjata” yang rapuh antara tokoh politik besar seperti mantan PM Thaksin Shinawatra dan musuh-musuhnya di kalangan elit konservatif dan militer. Diketahui Thaksin telah kembali dari pengasingan diri selama 15 tahun pada tahun 2023, di mana dirinya lengser dlewat kudeta di 2006.

Permasalahan Etika Srettha

Masalah etika yang dituduhkan ke Srettha terkait penunjukan mantan pengacara Shinawatra Pichit Chuenban. Ia sempat dipenjara karena penghinaan terhadap pengadilan pada tahun 2008 atas dugaan upaya menyuap staf pengadilan, adalah sah.

0 Komentar