Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Polisi

Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Polisi
Tembakan gas air mata saat kericuhan seusai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam laga pekan ke-11 Liga 1 2022/2023 di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu, 1 Oktober 2022 malam. Tragedi Kanjuruhan ini menewaskan sekurangnya 127 suporter (Foto: Istimewa)
0 Komentar

“Ada upaya penolongan dari tim medis dan evakuasi ke rumah sakit. Tetapi banyak yang tidak terselamatkan,” ucap Nico.

Keterangan Kapolda Jatim ini hampir sama dengan testimoni salah seorang Aremania yang selamat yakni Rezqi Wahyu. Menulis di Twitter lewat akun @RezqiWahyu_05, dia mengaku bahwa kerusuhan mulai pecah ketika ada seorang suporter dari arah tribun Selatan yang nekat masuk dan mendekati dua pemain Arema yakni bek Sergio Silva dan kiper Adilson Maringa.

“Dia terlihat sedang memberikan motivasi dan kritik kepada mereka,” tulis Rezqi.

Baca Juga:Malaysia Menantang Langkah Sultan Sulu untuk Sita Aset Negara di BelandaPasukan Rusia Tahan Kepala PLTN Zaporizhzhia Ihor Murashov

Setelah itu, beberapa Aremania lain juga ikut turun dan mengungkapkan kekecewaannya kepada pemain. Tiba-tiba saja, ribuan penonton berhamburan ke lapangan diikuti dengan pelemparan benda-benda ke lapangan. “Suporter semakin tidak terkendali,” tulis Rezqi.

“Pihak aparat juga melakukan berbagai upaya untuk memukul mundur para suporter. Yang menurut saya perlakuannya sangat kejam dan sadis. Dipentung dengan tongkat panjang, satu suporter dikeroyok aparat, dihantam tameng, dan banyak tindakan lainnya,” tambah Rezqi lagi.

Suporter lantas menyerang aparat dan dibalas dengan berondongan tembakan gas air mata. Bahkan ada juga polisi yang langsung menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Khususnya di dekat pintu 10.

“Para suporter yang panik karena gas air mata, semakin ricuh di atas tribun. Mereka berlarian mencari pintu keluar, tapi sayang pintu keluar sudah penuh sesak karena para suporter panik terkena gas air mata,” tulis Rezqi.

“Banyak ibu-ibu, orang-orang tua, dan anak-anak kecil yang terlihat sesak tidak berdaya. Tidak kuat untuk ikut berjubel agar bisa keluar dari stadion. Terlihat mereka sesak karena terkena gas air mata. Seluruh pintu keluar penuh dan terjadi macet.”

“Kondisi luar stadion Kanjuruhan sudah sangat mencekam. Banyak suporter yang lemas bergelimpangan, teriakan, dan tangisan perempuan. Suporter yang berlumuran darah, mobil hancur, kata-kata makian, dan amarah. Batu batako, besi, dan bambu yang berterbangan,” tambah Rezqi lagi.

Alhasil inilah kejadian paling berdarah dalam sepak bola Indonesia. Sebanyak 127 orang meninggal dunia. “Kami menyesalkan, prihatin, dan berdukacita atas kejadian ini,” ucap Kapolda Jatim. (*)

0 Komentar