Kontroversi Kapitan Pattimura atau Ahmad Lussy

Kontroversi Kapitan Pattimura atau Ahmad Lussy
Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessy, dokumen dari keluarga di Hulaliu, Saparua. (Dok Thomas Matulessy)
0 Komentar

NAMA asli dan asal-usul pahlawan nasional Kapitan Pattimura ramai diperbincangkan publik di media sosial. Perdebatan muncul ketika Ustaz Adi Hidayat (UAH) mengungkap teori nama asli pahlawan nasional Kapitan Pattimura bukanlah Thomas Matulessy, melainkan Ahmad Lussy, tokoh perlawanan kolonialisme beragama Islam.

“Kami berusaha mencari, lihat, tanya pakar sejarah dikumpulkan. Allahuakbar. Ternyata nama aslinya kapiten Pattimura itu bukan Thomas tapi Ahmad Lussy,” kata UAH dalam video yang viral di media sosial.

“Siapa Ahmad Lussy itu? beliau itu adalah seorang pejuang, beliau itu adalah seorang Kiai, beliau itu adalah seorang pemimpin pesantren. Beliau arahkan anak-anak santrinya untuk berjuang menegakkan kebenaran di bumi pertiwi ini,” sambungnya.

Baca Juga:Erick Thohir Tegaskan Tidak Tolerir Segala Bentuk Indikasi Kecurangan yang Rugikan NegaraPakar Hukum: Usaha Erick Thohir dalam Penegakan Hukum Harus Dipertahankan untuk Awasi BUMN

Teori yang disampaikan oleh UAH ini juga termuat dalam buku yang ditulis Ahmad Mansur Suryanegara berjudul Api Sejarah.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mencatat, Ahmad Mansur adalah seorang akademisi yang bergelar professor. Dia mengajar di sejumlah perguruan tinggi, diantaranya:

  • Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung
  • Universitas Pasundan (Unpas)
  • Universitas Islam Bandung (Unisba) Purwakarta
  • Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung
  • Universitas Widyatama (Utama) Bandung
  • IKIP Bandung
  • IAIN Sunan Gunung Djati (Bandung).

Ahmad Mansur Suryanegara menulis buku Api Sejarah dan diterbitkan pada tahun 2009 dalam cetakan 1 dan 2.

Kontroversi Ahmad Lussy Dalam Buku Api Sejarah

Pada buku Api Sejarah jilid 1, Ahmad Mansur mengatakan Pattimura adalah Ahmad Lussy yang disebut-sebut ketika menjelaskan imperialisme Protestan Belanda.

Dikatakan Belanda ingin memutuskan hubungan antara Kesultanan Turki dengan kekuasaan Islam di Nusantara.

“Akibat imperialis Protestan Belanda melihat masih adanya hubungan niaga antara Kesultanan Turki dan Kesultanan Mongol di India dengan kekuasaan politik Islam di Nusantara Indonesia maka diserangnya secara intensif wilayah produsen rempah-rempah di luar Jawa, sebelum dan sesudah adanya tanam paksa, 1830-1919,” tulis Mansur dalam bukunya Api Sejarah.

Rempah-rempah dan bahan bumbu dapur melimpah ruah di Kepulauan Maluku. Oleh Karena itu Maluku menjadi perhatian Belanda. Munculah Kapitan Pattimura yang berjuang melawan penjajah. Ahmad Mansur menyebut Pattimura seorang Muslim.

0 Komentar