Kontroversi Abadi Harta Amanah Soekarno

Sukarno dan JF Kennedy (Dokumentasi jfklibrary.org)
Sukarno dan JF Kennedy (Dokumentasi jfklibrary.org)
0 Komentar

Menurutnya, harta amanah Soekarno memiliki sistem dan jaringan yang saling berkait antara satu dengan lainnya. Walau kemudian tertera di atas dokumen atas nama seseorang, tetapi pada prinsipnya hanyalah penamaan sebuah aset.

Harta amanah Soekarno, lanjutnya, tidak bisa dicairkan oleh orang per orang yang mengaku-ngaku, apalagi dibagikan secara cuma-cuma kepada seluruh anak bangsa Indonesia seperti membagikan bantuan tunai ala kompensasi kenaikan harga BBM.

“Ini bukan aset untuk dibagi-bagikan, tetapi ini untuk membangun sebuah sistem kenegaraan, sistem keuangan kebangsaan, dan dunia sesuai dengan komitmen awal terciptanya harta amanah Soekarno,” terangnya.

Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga

Dari uraian Catatan Harta Amanah Soekarno , dapat diketahui betapa pentingnya The Green Hilton Memorial Agreement. Namun, dari mana asal kekayaan yang begitu banyak itu berasal, masih kurang jelas.

Informasi yang terhimpun dari artikel berjudul Misteri Rekening dan Dana Rahasia Perjuangan Indonesia, jauh sebelum pertemuan antara Soekarno dan Kennedy, pada tahun 1906, terjadilah ikrar raja-raja Nusantara yang diprakasai oleh Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi, Soetomo, Raden Adipati Tirtokoesoemo, dan Pangeran Ario Noto Dirodjo. 

Dalam ikrar itu, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto menyatakan pentingnya menempatkan nasionalisme di atas segala-galanya. Pada saat itulah, para raja di Nusantara menyumbangkan kekayaan mereka.

Sumbangan dari para raja-raja inilah yang kemudian dikenal dengan dana perjuangan atau dana revolusi. Jumlah dana yang terkumpul tidak terhitung banyaknya. Sebagian digunakan untuk perjuangan, sebagian lagi disimpan di luar negeri.

Setelah Revolusi Kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945, dana revolusi yang kemudian dikenal dengan dana amanah mulai dihimpun kembali berdasarkan Perpu No 19 tahun 1960 yang mewajibkan semua perusahaan negara menyetorkan keuntungannya 5%.

Adapun yang dimaksud perusahaan negara itu termasuk pula perusahaan Belanda yang baru dinasionalisasikan, seperti perkebunan-perkebunan besar. Infonya, jumlah uang yang berhasil terkumpul dan tersimpan mencapai ratusan juta dolar.

Namun begitu, nilai tersebut hanya sebagain dari dana amanah. Sebagian besar dana yang terhimpun adalah yang tercatat dalam Perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement Geneva, yang ditandatangani di Hotel Hilton Geneva.

0 Komentar