Kisah Raden Mas Jatmiko Mengislamkan Penanggalan Jawa, Tepat 1 Suro dan 1 Muharram

Kisah Raden Mas Jatmiko Mengislamkan Penanggalan Jawa, Tepat 1 Suro dan 1 Muharram
Sultan Agung, Raja Mataram Islam yang membawa ke puncak kejayaan.(kebudayaan.jogjakota.go.id)
0 Komentar

Pengubahan sistem penanggalan yang dilakukan Sultan Agung diikuti dengan pengapdosian nama bulan-bulan Islam. Nama-nama bulan Islam dijawakan. Seperti Suro atau Sura untuk menyebut Muharam yang usianya 30 hari.

Kemudian Safar menjadi Sapara (29 hari), Rabiul Awal menjadi Mulud (30 hari), Rabiul Akhir menjadi Bakdamulud (29 hari), Rajab menjadi Rejeb (30 hari), Syakban menjadi Ruwah (29 hari), Ramadan menjadi Poso (30 hari) hingga Zulhijah menjadi Besar (29/30 hari).

Orang Jawa juga mengenal istilah penanggalan tahun Alif (354 hari), tahun Ehe (355 hari), tahun Dal (354 hari), tahun Wawu (354 hari) dan hingga tahun Jimakir (355 hari).

Baca Juga:Penulis Konservatif AS: Ukraina Secara Historis adalah Bagian Imperium Pengaruh Rusia, Untuk Apa Amerika dan Inggris Ikut Campur?Statusnya Masih Saksi, Bharada E Ditarik ke Mako Brimob

Sebelum menetapkan sistem penanggalan Jawa Islam sehingga 1 Muharam diperingati bersamaan dengan tradisi 1 Suro, Sultan Agung mengalami peristiwa spiritual di pesarean (makam) Sunan Tembayat di Klaten Jawa Tengah.

Sunan Tembayat atau Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran merupakan salah seorang wali penyebar agama Islam di tanah Jawa yang juga murid Sunan Kalijaga.

Dalam artikel “Pengaruh Islam Terhadap Budaya Jawa Terutama pada Abad XIX”, Prof . Dr. MC Ricklefs menyebut pengalaman spritual itu diperoleh Sultan Agung saat berziarah di makam Sunan Bayat.

Peristiwa ziarah Sultan Agung ke pesarean Sunan Bayat berlangsung pada tahun 1633. Disebutkan dalam Babad Nitik, secara metafisika Sultan Agung diterima arwah Sunan Bayat.

Raja Jawa itu kemudian diperintahkan mengganti kalender Saka menjadi kalender Jawa yang mengikuti aturan qamariah yang berisi bulan-bulan Islam. “Maka sejak saat itu terciptalah kalender baru yang unik, yaitu kalender Jawa-Islam”.

Peneliti asing Dr.H.J De Graaf dalam “Puncak Kekuasaan Mataram” menyebut sejak peristiwa spiritual tahun 1633 itu, keislaman Sultan Agung meningkat pesat, meski sebelumnya juga sangat mematuhi aturan Islam.

Tidak lama sebelum wafat, Sultan Agung juga memangkas rambutnya yang itu dinilai sebagai salah satu bentuk keislamannya semakin kuat. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan dimakamkan di Astana Kasultan Agungan.

Baca Juga:Timsus Polri Bakal Paparkan Pendalaman Soal Uji Balistik Penembakan Brigadir JKubur Beras Bansos Presiden Jokowi, Begini Pengakuan JNE

Dengan SK Presiden No 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975, Pemerintah Indonesia menganugerahi Sultan Agung dengan gelar Pahlawan Nasional Indonesia. (*)

0 Komentar