Kembali Menggugat Presidential Threshold

Kembali Menggugat Presidential Threshold
Ilustrasi pemilu.
0 Komentar

PASAL 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mensyaratkan 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara bagi partai atau koalisi partai untuk mengusung pasangan capres-cawapres. Dari sembilan partai yang punya kursi, hanya PDIP yang bisa mengusung capres-cawapres.

Karena dianggap memasung demokrasi dan menutup celah bagi orang-orang hebat untuk memimpin negeri ini, maka UU Pemilu ini digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak hanya sekali, tapi sudah beberapa kali digugat. Bahkan tidak kurang dari 30 kali gugatan diajukan ke MK.

Di antara penggugat UU Pemilu itu adalah Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, LaNyalla Mattalitti atas nama Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), hingga Yusril Ihza Mahendra atas nama Partai Bulan Bintang (PBB). Tuntutan mereka PT 0%. Kecuali PKS yang menuntut PT

Baca Juga:Negara Sudah Berada Di Level Perampok Uang RakyatJangan Gunakan Kantong Plastik untuk Bungkus Daging Kurban, Akademisi: Daun Jati Lebih Awet dan Menghambat Pertumbuhan Mikroba

Apa argumennya? Pertama, dengan PT 0 persen, akan ada banyak anak bangsa memiliki kesempatan untuk ikut berkompetisi di pilpres. Semakin banyak yang ikut kompetisi, maka rakyat punya kesempatan lebih leluasa untuk memilih yang terbaik diantara mereka.

Kedua, tidak ada monopoli partai terhadap calon presiden. Di tengah kepercayaan publik terhadap partai yang semakin menurun, maka dengan PT 0% akan lahir capres yang tidak dikendalikan oleh partai politik dalam bentuk transaksi-transaksi yang mengarah pda bagi-bagi kue kekuasaan.

Ketiga, dengan PT 0%, ini akan mempersempit ruang gerak para pemodal (atau oligarki ekonomi) untuk mengendalikan para capres karena jumlahnya cukup banyak.

Diyakini bahwa kontrol oligarki ekonomi yang selama ini mengendalikan tidak saja istana, tetapi juga elite berdasi di Senayan, lantaran perannya yang begitu besar dalam membiayai capres yang mereka inginkan.

Polanya, oligarki melakukan survei elektabiltas secara berkala untuk mencari siapa yang potensial menang dalam pilpres. Syaratnya: loyal dan bisa dikendalikan. Ini hanya bisa dilakukan oleh kelompok yang punya modal besar.

Setelah ketemu tokohnya, mereka biyai kampanye. Jauh hari mereka sudah keluar modal untuk melakukan kampanye calon boneka ini. Termasuk keluar biaya untuk media dan tim buzzer.

Keempat, dengan PT 0%, para penggugat bisa ikut nyapres. Alasan ini tidak bisa dipungkiri. Para penggugat umumnya adalah para tokoh yang ingin nyapres. Dan ini sah-sah saja. Bahkan baik bagi proses sejarah demokrasi.

0 Komentar