Kebijakan Moneter Amerika Serikat Pengaruhi Negara Berkembang, Termasuk Indonesia Kena Imbas

Kebijakan Moneter Amerika Serikat Pengaruhi Negara Berkembang, Termasuk Indonesia Kena Imbas
Gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Selasa (13/8/2019). Bloomberg - Andrew Harrer
0 Komentar

HAMPIR semua negara berkembang kini kembali masuki masa sulit padahal covid-19 mulai mereda. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan moneter negara maju seperti Amerika Serikat (AS).

Demikianlah disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Kuliah Umum bertajuk Mendorong Akselerasi Pemulihan Ekonomi dan Menjaga Stabilitas di Tengah Normalisasi Kebijakan Negara Maju dan Ketegangan Geopolitik yang disiarkan melalui akun Youtube BI, Senin (21/3/2022)

Kita sudah melihat bahwa bank sentral Amerika sudah mulai menaikkan suku bunga kebijakannya. Semula kami perkirakan 5 kali tahun ini, tapi inflasi yang tinggi kemungkinan akan mendorong bank sentral AS menaikkan suku bunga 7 kali termasuk yang sudah sekali Maret ini,” ujarnya.

Baca Juga:Buka Suara, Begini Reaksi Xi Jinping Soal Jatuhnya China Eastern AirlinesKecelakaan China Eastern Airlines Corp, Simak Fakta Boeing 737-800

“Ini berdampak terhadap kenaikan suku bunga global dan juga persepsi risiko di global dan itu juga mempersulit bagaimana negara-negara berkembang untuk bisa pulih,” tegas Perry.

Perry menjelaskan, banyak negara berkembang kini dalam situasi yang belum sampai ke level sebelum pandemi covid. Sementara itu mereka harus menghadapi lonjakan inflasi akibat kenaikan harga komoditas dan permasalahan rantai pasok. Juga di sisi lain ada beban utang yang menumpuk.

Antara lain Venezuela dengan 350% terhadap PDB, Sudan 259% terhadap PDB, dan Yunani 206% terhadap PDB serta Lebanon dengan 172% terhadap PDB. Selanjutnya adalah Cape Verde, Italia, Libia, Portugal dengan rasio utang sekitar 130-150% terhadap PDB. Braheain dan Mozambik juga termasuk negara dengan rasio di atas 100%

“Kenaikan suku bunga global itu (berpengaruh) terhadap arus modal ke negara-negara berkembang dan karenanya juga membatasi kemampuan negara-negara berkembang dalam merumuskan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,” ungkapnya.

Indonesia juga tentu akan terkena imbas dari kebijakan tersebut. Akan tetapi perbaikan fundamental ekonomi Indonesia membuat dampaknya bisa diminimalkan. Terlihat dari ekonomi yang sudah lampaui level sebelum pandemi covid, utang dan inflasi yang terkendali hingga sisi eksternal yang semakin kuat.

Indonesia ingin mengambil peran dalam kondisi ini. Sehingga dalam pertemuan G20 yang akan berlangsung di Bali tahun ini, konsep yang diusung adalah recover together recover stronger.

0 Komentar