Kaspersky Catat Serangan Siber ke Ponsel Meningkat hingga 50 Persen, Dipicu Perangkat Lunak dengan Iklan Pop-Up

Kaspersky Catat Serangan Siber ke Ponsel Meningkat hingga 50 Persen, Dipicu Perangkat Lunak dengan Iklan Pop-Up
Kaspersky XDR (Kaspersky)
0 Komentar

PERUSAHAAN global spesialis keamanan siber, Kaspersky, mencatat serangan siber ke perangkat seluler meningkat hingga 50 persen pada 2023. Total serangan via ponsel yang dilaporkan perusahaan asal Rusia ini mencapai 33,8 juta pada tahun lalu, padahal pada 2022 jumlahnya masih 22,2 juta. Penyebab utamanya adalah adware alias konten online yang muncul secara otomatis.

Pakar Keamanan Seluler di Kaspersky, Anton Kivva, mengatakan aktivitas malware dan riskware pada android semakin meningkat. Peluang kejahatan di perangkat seluler kini bertambah karena adware, biasanya dipicu oleh perangkat lunak dengan iklan pop-up.

“Dari seluruh ancaman yang terdeteksi, kami melihat 40 persen di antaranya karena adware. Lalu disusul dengan serangan mobile banker yang cukup tinggi pula,” kata Kivva melalui keterangan tertulis pada Jumat, 1 Maret 2024.

Baca Juga:Demo 1 Maret Serentak di Sejumlah Daerah, Berlangsung Aman Tanpa GejolakKuasa Hukum Korban Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Tampik Tudingan Rektor Nonaktif Universitas Pancasila

Munculnya berbagai aplikasi dan situs baru di laman pencarian Google, menurut laporan Kaspersky, membuat pengguna internet mudah terpapar adware. Reklame digital itu tak kunjung hilang dan hanya bisa dihapus dengan klik.

Fenomena adware membuat peluang kejahatan siber di internet semakin masif, para peretas bisa saja menanamkan aplikasi pihak ketiga pada iklan online ini, akibatnya bila pengguna mengaksesnya maka perangkat bakal langsung diretas atau disusupi.

Menurut Kivva, serangan di platform aplikasi resmi juga marak terjadi sepanjang 2023. Para peretas menyusupi aplikasi resmi dan memasangkan alat penjebak yang berpotensi diakses pengguna. Penyamaran ini kerap terjadi pada aplikasi mod atau aplikasi yang sudah diutak-atik oleh pihak ketiga.

“Pelaku nantinya akan mengekstrak data pribadi pengguna, terutama nomor telepon dan nama lengkap, kemudian ditambahkan ke database. Setelah itu, korban dihubungi untuk menipunya,” tuturnya.

Kivva menyarankan pengguna smartphone menghapus aplikasi yang jarang digunakan. Pengguna ponsel sebaiknya juga tidak sembarangan mengunduh aplikasi, meskipun tersedia di toko resmi yang sudah terverifikasi.

Saran lainnya adalah pemakaian metode autentikasi dua faktor (2FA) untuk meningkatkan keamanan gawai. Metode itu menghasilkan pengamanan berlapis ketika aplikasi diakses oleh pihak ketiga. Pembaharuan sistem operasi dan aplikasi juga penting. “Karena bila memakai aplikasi yang sudah kadaluarsa, bisa meningkatkan risiko peretasan terjadi,” ucap Kivva. (*)

0 Komentar