Kapitalisme Merah Tiongkok, Oligarki Pancasila Indonesia

Kapitalisme Merah Tiongkok, Oligarki Pancasila Indonesia
(Wikipedia/File)
0 Komentar

PADA bulan Agustus 1945, Mao Tse Tung (Mao Zedong) dan Zhou Enlai terbang dari Yan’an ke ibu kota masa perang Tiongkok, Chongqing, untuk membahas hubungan antara Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan Partai KMT (Kuomintang) setelah Perang Sino-Jepang selesai. Ditemani oleh Duta Besar AS, Patrick J. Hurley, Mao bergabung dengan Chiang Kai Shek untuk makan malam pada 27 Agustus (10 hari setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia), yang merupakan pertemuan pertama antara dua pemimpin politik China.

Setelah tujuh minggu negosiasi, kedua belah pihak berhasil menyepakati tujuan bersama untuk membangun demokrasi politik di China dan menempatkan semua angkatan bersenjata China di bawah komando Chiang Kai Shek. Namun, selama perundingan, kontak senjata antara kedua belah pihak tidak berhenti, bahkan meningkat karena pasukan PKC terus diserang di kedua sisi, utara dan selatan sungai Yangtze.

Mao akhirnya kembali ke Yan’an pada 11 Oktober 1945, diikuti oleh pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh PKC dan KMT setelah itu, yang sekarang dikenal sebagai “Perjanjian Kesepuluh Ganda”. Dalam perjanjian tersebut, PKC dan KMT saling mengakui. Kedua belah pihak berencana membentuk pemerintahan koalisi. Padahal tujuan dari kesepakatan bersama itu sebenarnya hanya untuk menghindari berlanjutnya perang saudara. Sayangnya, pemerintah nasionalis di bawah Chiang Kai Shek menolak untuk mengakui daerah-daerah yang telah dikuasai oleh PKC. Seiring waktu, Chiang mulai tidak yakin akan manfaat dari pernyataan bersama tersebut. Menurutnya, solusi militer adalah pilihan terbaik. Dan sebaliknya. Mao menggambarkan pernyataan bersama itu sebagai “secarik kertas belaka.” Mao kemudian memberi tahu Stalin bahwa perang saudara “hampir tak terhindarkan.” Dan pada akhir Oktober 1945,

Baca Juga:Penangkapan Tersangka Kartel Migor Bukan Gimmick Politik, Dugaan Rocky Gerung: Strategi Pemerintah ‘Kucing Mati’Amankan Idul Fitri 1443 Hijriyah, Danrem 063/SGJ Siapkan 3.500 Personel Bantu Polri

Kegagalan kesepakatan antara PKC dan KMT pada akhir Oktober dan awal November 1945 membuat AS sadar bahwa kekaisaran komunis yang diwakili oleh rezim Stalin bukan lagi sekutu seperti ketika mengalahkan Hitler di Eropa. Stalin mulai menyebarkan pengaruhnya ke negara-negara baru yang juga ingin dikuasai AS. Sepanjang negosiasi, jelas bahwa Stalin berada di belakang Mao, dan sebaliknya, AS berada di belakang Chiang, sehingga kebuntuan dalam negosiasi akan mengarah pada perang saudara.

0 Komentar