Jejak Kasus Perundungan Kekerasan Berujung Tewasnya Siswa MTsN di Sulut

Jejak Kasus Perundungan Kekerasan Berujung Tewasnya Siswa MTsN di Sulut
Polres Kotamobagu memeriksa sembilan orang terduga pelaku bullying yang menewaskan siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Kota Kotamobagu berinisial BT (13). Foto/MPI/Subhan Sabu
0 Komentar

Retno menuturkan, tuntutan hukuman bagi anak di bawah umur menurut UU SPPA tidak boleh dituntut hukuman seumur hidup. Tuntutan hukuman penjara pun maksimal 10 tahun. Namun, jika anak terduga pelaku berusia di bawah 14 tahun, maka ada ketentuan tentang sanksi tindakan.

KPAI juga mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk melakukan pendampingan psikologis kepada sembilan anak terduga pelaku. Sebab dalam UU Perlindungan Anak, kesembilan anak tersebut juga berhak mendapatkan rehabilitasi psikologis agar pelaku menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulangi perbuatannya.

“Kesalahan anak tidak berdiri sendiri, namun dipengaruhi kuat oleh lingkungannya, baik dalam pengasuhan dalam keluarga maupun pergaulan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga:KPK Tegaskan Putusan Bebas Samin Tan Bakal Jadi Preseden Buruk Pemberantasan Pidana RasuahSamin Tan Divonis Bebas dan Tolak Kasasi KPK, Ini Alasan Mahkamah Agung

Apabila kesembilan anak terduga pelaku bersekolah di tempat yang sama dengan korban, kata Retno, maka wajib bagi Kantor Kementerian Agama Kota Kotamobagu untuk melakukan evaluasi terhadap sekolah tersebut.

Sebab, kata Retno, perundungan atau kekerasan fisik semacam ini umumnya tidak terjadi tiba-tiba, namun proses yang panjang. Biasanya didahului dengan perundungan verbal, kemudian terus meningkat sampai terjadi kekerasan fisik sebagaimana dalam kasus ini.

Oleh karena itu, perlu ada kepekaan orang dewasa di sekitar anak, baik oleh para guru dan wali kelas maupun kepekaan orang tua. Sebab, biasanya anak-anak yang mengalami perundungan secara terus menerus akan menunjukkan perubahan besar yang seharusnya dikenali oleh lingkungannya, terutama orang-orang dewasa di sekitar anak.

“Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum bagi Kementerian Agama untuk membuat Peraturan Kementerian Agama RI terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingungan satuan pendidikan,” kata Retno.

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mengaku sangat menyesalkan terjadinya kasus penganiayaan siswa yang dilakukan oleh rekan sekolahnya itu. Dia berharap penanganan kasus ini dapat dilakukan untuk memberikan rasa keadilan terhadap korban. Sekaligus anak sebagai terlapor dapat terpenuhinya hak anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) selama proses hukum berlangsung.

Bintang mengingatkan satuan pendidikan adalah lingkungan yang ramah terhadap anak, melindungi anak, inklusif, dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi, serta psikososial anak. Pengelola satuan pendidikan harus memastikan bahwa sekolah jauh dari tindakan kekerasan dan diskriminasi dalam bentuk apa pun.

0 Komentar