Ini Beberapa Poin Terkait Ketenagakerjaan dalam Omnibus Law Cipta Kerja

Ini Beberapa Poin Terkait Ketenagakerjaan dalam Omnibus Law Cipta Kerja
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) menyerahkan surat presiden (surpres) tentang Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja kepada pimpinan DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020). Surpres b
0 Komentar

“Apabila pekerja atau buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat 2, pekerja atau buruh yang bersangkutan dapapt mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial,” tulis beleid tersebut.

Akan tetapi, dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja pemerintah memutuskan untuk menghapus ketentuan mengenai hak pekerja tersebut.

3. Pemerintah hapus aturan tentang jenis pekerja kontrak

Pemerintah menghapus pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihapus. Pasal ini mengatur mengenai jenis pekerja kontrak. Menurut Ketua Departemen Komunikasi dan Media Komite Serikat  Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S Cahyono, dengan dihapusnya pasal tersebut, maka penggunaan pekerja kontrak yang dalam UU disebut perjanjian kerja waktu tertentu bisa diperlakukan untuk semua jenis pekerjaan.

Baca Juga:Dokumen ‘Karakax List’-Daftar Rahasia Kamp Tahanan Uighur di XinjiangDokumen Bocor Ungkap Muslim Uighur Dilarang Salat dan Mengaji

“Dengan dihapuskannya pasal 59, tidak ada lagi batasan seorang pekerja bisa dikontrak. Akibatnya, bisa saja seorang pekerja dikontrak seumur hidup,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Padahal, lanjut dia, dalam UU Ketenagakerjaan pekerja kontrak hanya dapat digunakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Seperti, pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun. Selanjutnya, pasal tersebut juga mengatur pekerjaan yang bersifat musiman atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

4. Bonus untuk pekerja hingga 5 kali gaji

Melalui draf RUU ini juga, pemerintah berencana mewajibkan perusahaan besar untuk memberikan bonus kepada pekerjanya. Aturan mengenai pemberian gaji ini diatur dalam Pasal 92 tentang penghargaan lainnya.

“Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, pemberi kerja berdasarkan Undang-Undang ini memberikan penghargaan lainnya kepada pekerja atau buruh,” demikian bunyi pasal 92.Adapun besaran penghargaan lainnya atau bonus ini ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan.

Besaran bonus ini dibagi menjadi 5 periode yang berbeda. Berikut detail besaran bonus yang harus diberikan oleh perusahaan :

  1. Pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja kurang dari 3 tahun, sebesar 1 kali upah.
  2. Pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, sebesar 2 kali upah.
  3. Pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, sebesar 3 kali upah;
  4. Pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, sebesar 4 kali upah.
  5. Pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 12 tahun atau lebih, sebesar 5 kali upah.
0 Komentar