Indonesia Darurat Rezim, Butuh Revolusi Bukan Pemilu lagi

Indonesia Darurat Rezim, Butuh Revolusi Bukan Pemilu lagi
Heru Subagia
0 Komentar

Paska reformasi 1998 berjalan ,pemillu di Indonesia menganut kuktur multi partai . Kada dasarnya tidak berbeda secara esensi dengan sistem kepartaian terbatas yang berlaku di jaman orde baru di mana partai dikunci dan dikendalikan sepenuhnya oleh rejim berkuasa.

Harapan besar euforia reformasi menyangkut modernisasi peradaban masyarakat berdemokrasi secara luas dan bebas. Ternyata secara keseluruhan stage holder bangsa ini selama reformasi berjalan hampir 20 tahun, tetap saja demokrasi yang diharapkan mengalami stagnasi dan blunder. Tidak ada plafon nasional berkaitan agenda reformasi berkelanjutan.

Kondisi sampai saat ini menjelang pemilu2024 yang akan memilih DPR , Presiden serta kepala daerah, ritual demokrasi tersebut dikatakan sebagai bagian aktivitas formal yang mandul,tidak produktif untuk rakyat untuk mengangkat dan mengentaskan nilai -nilai universal berdemokrasi yang pencapaiannya jauh dari harapan. Hanya menghasilkan produk personal di lembaga eksekutif dan lembaga legislatif di penuhi oknum dan sekutu pemilik modal. Isu berkaitan demokrasisasi dalam konteks sesungguhnya sangat jauh dari akal sehat dan nilai- nilai masyarakat sipil yang madani.

Baca Juga:Robohnya Tembok Bekas Benteng Keraton Kartasura Jadi Perhatian Tim Kejaksaan AgungTimnas Indonesia Buka Peluang Lolos ke Semifinal, Jatuhkan Timor Leste 4-1

Terjadi dekontruksi nilai – nilI hakiki demokrasi ,subtansinya justru tereduksi pada persoalan faktor kepentingan inklusif yang tidak lain mewakili sedikit masyarakat yakni oliqarki . Nihilisme demokrasi terjadi dengan penetapan batas- batasnya yang dikontrol sangat ketat oleh oliqarki melakui sistem politik yang diciptakan.

Jadi ,masih yakin mau ikutan pemilu ,masih mau ikut turun jalan berkampanye? Masih mau terkotak-kotak dalam barisan Cebong dan Kampret ?

Sepertinya lebih baik berfikir cerdas,tidak asal memilih partai dan caleg- nya ,jauh bermanfaat mikirin kita sendiri daripada menyumbangkan suara untuk melenggangkan kembali posisining oliqarki di pemerintahan dan legeslatif. Ingat,harta kita paling mahal saat ini adalah suara kita, hak pilih kita di saat musim pemilu . Pastikan keputusan politik untuk peningkatan produktivitas serta kualitas demokrasi. Tindakan politik kita arahkan untuk menuntut perubahan terhadap kontruksi ulang nilai berdemokrasi yang benar.

Jika kira harapan perubahan itu samar ,tidak bisa diukur dan atau keseluruhan keoercayaan itu hilang tentunya. sebuah kewajaran jika kita bersama semua lapisan masyarakat untuk menggugat.

0 Komentar