Indonesia Darurat Rezim, Butuh Revolusi Bukan Pemilu lagi

Indonesia Darurat Rezim, Butuh Revolusi Bukan Pemilu lagi
Heru Subagia
0 Komentar

Melalui pemilu banyak pihak formal ataupun pihak tak terlihat / hantu memainkan peran dan menanamkan,menyisipkan agenda agenda strategis dalam rangkaian kegiatan proses dan sampai akhir pemilu.

Adat dan istiadat pemilu rupanya banyak yang berkeyakinan jika ritual tersebut sangat sakral,pesta rakyat dan agenda politik yang krusial perubahan dan perkembangan politik kekinian. Dilain sisi pemilu dicibir sinis, jika pemilu hanya melegalisir kepentingan oliqarki,itu sebuah kesimpulan tepat dan menohok . Dalam setiap model bentuk pemerintahan monarki atau demokrasi ,oliqarki selalu ada dan para pihak yang selalu dominan berperan dan menguasai keseluruhan pemerintahan .

Oilqarki sebagai minoritas kelompok kepentingan dengan daya dukungan penuh, kekuasaan finansial serta jaringan yang powerful dan tindakannya sebagai keputusan dahsyat, mematika lawan individu atau korporasi.

Baca Juga:Robohnya Tembok Bekas Benteng Keraton Kartasura Jadi Perhatian Tim Kejaksaan AgungTimnas Indonesia Buka Peluang Lolos ke Semifinal, Jatuhkan Timor Leste 4-1

Di Indonesia penulis melihat jika pesta demokrasi seperti pemilu digunakan untuk legalisasi ,memperoleh pengakuan formal atau legitimasi publik. Mereka akan menempatkan orang atau kelompok melalui organ dan badan formal seperti menjadikan anggotanya mwnjadi DPR dan DPD, Kepala Daerah dan juga Kepala Negara.

Yang sangat disayangkan jika oliqarki dengan kecukupan modal justru mendapatkan subsidi kebijakan di mana dana pembiayaan pemilu tersebut murni uang rakyat bukan sumbangan para pihak oliqarki. Kepentingan legalitas oliqarki tersebut justru dibiayai oleh dana memakai yang rakyat dari hasil pajak masyarakat.

Bentuk organisasi oliqarki bersifat super bodi. Identik kekuasaannya sebagai Tuhannya suatu kepala pemerintahan dan kepala negaranya .Jadi tidak salah jika masyarakat mengecap anggota dewan ,kepala daerah atau kepala negara bukan wakil yang memiliki mandat resmi tetapi mereka bekerja dan mengabdi untuk sebagai majikannya sebagai petugas oliqarki.

Okiqarki adalah ancaman dan merupakan bagian bencana bagi penguatan nilai- nilai demokrasi masyarakat sipil . Bayangkan rencana anggaran pemilu 2024 sebesar Rp 95 T tidak ada manfaat secara riil untuk masyarakat dalam perspektif penegakan demokrasi dan pencapaian supremasi keterwakilan rakyat dalam permusyawarata perwakilan yang jurdil .

Legacy oliqarki salah satunya melalui pemilu. Menggugat sistem pemilu yang hanya menguntungkan oliqarki dan sekutunya. Jadi, oemiku bukan didesain untuk proses transisi demokrasi atau perubahan rejim, tetapi pemilu pada akhirnya hanya sebagai stempel formal kolektif mengamankan kepentingan.

0 Komentar