Idola Sejak Kecil, Cerita Shata Hanayasha Saksi Mata di Samping Shireen Abu Aqla

Idola Sejak Kecil, Cerita Shata Hanayasha Saksi Mata di Samping Shireen Abu Aqla
Shatha Hanaysha, jurnalis Middle East Eye, saksi mata pembunuhan Shireen Abu Akleh. (Middleeasteye.net) Zidan Patrio
0 Komentar

TERBUNUHNYA jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Aqla, pada Rabu (11/5/2022) masih meninggalkan duka mendalam bagi banyak pihak. Hal itu pula yang dirasakan oleh Shatha Hanayasha, jurnalis Middle East Eye sekaligus saksi mata dan orang terakhir yang berada di samping Shireen menjelang kematiannya.

Melalui sebuah tulisan yang diterbitkan oleh Middle East Eye, Shata mengisahkan tatkala dirinya ikut dalam liputan bersama Shireen kala itu.

Pukul 6 pagi, Shatha yang tinggal di Kota Qabatya sudah bersiap-siap untuk mulai berangkat menuju lokasi liputan di Jenin. Rencananya, ia bersama jurnalis lainnya akan bertemu dengan tim Al Jazeera. Beberapa saat kemudian, Shireen tiba dengan krunya.

Baca Juga:Presiden Jokowi, Man of Contradictions: Joko Widodo and The Struggle to Remake IndonesiaPengkritik Jokowi di Man of Contradictions, Benjamin Bland Senang Diskusi dengan Anies

“Aku merasakan aura aneh di sekelilingnya saat itu. Saya tidak dapat menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang saya rasakan. Dia mengambang. Dia bahagia,” kata Shatha.

Momen tertembaknya ShireenSebelum berangkat bersama menuju lokasi liputan, para wartawan tersebut memastikan bahwa tentara tahu mereka adalah jurnalis, dengan berdiam diri selama 10 menit menunggu tembakan peringatan. Ketika tidak ada tembakan, mereka mulai menuju lokasi kamp pengungsi.

Namun tiba-tiba entah darimana, menurut kesaksian Shatha, desingan peluru terdengar. Rupanya kala itu, jurnalis lainnya Ali al-Sammoudi ambruk terkena tembakan di bahu. Kepanikan para jurnalis dimulai, di mana Mujahed rekannya juga ikut melompati sebuah pagar guna berlindung dari tembakan.

“’Kemarilah,’ katanya padaku dan Shireen, tapi kami berada di seberang jalan dan tidak bisa mengambil risiko menyeberang,” kata Shatha mengisahkan.

Sementara Shireen yang saat itu berada di belakangnya berteriak meminta pertolongan untuk Al-Sammoudi yang masih tergelatak. Tak lama berselang, Shireen juga kemudian tertembak.

“Saat itu, peluru lain menembus leher Shireen, dan dia jatuh ke tanah tepat di sebelahku,” kata Shatha.

Ia berusaha memanggil-manggil nama Shireen namun rupanya jurnalis Al Jazeera tersebut sudah tak bergerak. Ia mengungkap saat itu ia berusaha menjangkau tubuh Shireen, namun peluru lain ditembakkan ke arahnya. Beruntung peluru tidak mengenai dirinya karena terhalang pohon.

Baca Juga:Jokowi Bertolak Menuju Dubai, Sampaikan Ungkapan Bela SungkawaGagal Rebut Kyiv Sejak Awal Invasi, Volodymyr Zelensky Malah Diserbu Rakyatnya Sendiri

Jurnalis lainnya kemudian menyerukan untuk mundur, sementara seorang penduduk kamp pengungsi menggunakan mobil berhasil menjangkau mereka. Penduduk itu dengan cepat menarik Shatha dan tubuh Shireen dan membawanya ke rumah sakit.

0 Komentar