Hasil Penelitian WHO: Jajanan Mengandung Lemak Trans Tinggi Banyak Dikomsumsi di Indonesia, Ini Daftarnya

cropped-050520_who_reuters.jpeg
0 Komentar

ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) pada 2023, melakukan penelitian di Jakarta dan Bogor, mengukur kandungan lemak trans di makanan-makanan (berbasis lemak/minyak) yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Penelitian ini merupakan dukungan bagi pemerintah Indonesia untuk mengeliminasi lemak trans industrial. Sebanyak 130 produk makanan dari empat kategori diuji.Kategori tersebut di antaranya minyak dan lemak, margarin dan olesan, makanan kemasan yang terbuat dari lemak (seperti biskuit, kue kering, wafer, kue, dan roti), serta makanan siap saji seperti mi goreng, nasi goreng, ayam goreng, kentang goreng, dan roti.

Metodologi uji lemak trans didasarkan pada WHO Global Protocol for Measuring Fatty Acid Profiles of Foods, with Emphasis on Monitoring Trans-Fatty Acids Originating from Partially Hydrogenated Oils. Pengaturan kromatografi gas untuk analisis lemak trans ini mengikuti metode SEAFAST Center.

Lemak trans atau asam lemak trans adalah asam lemak tak jenuh yang berasal dari sumber alami atau industri. Konsumsi lemak trans secara signifikan dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan berkontribusi terhadap sekitar 500.000 kematian akibat penyakit jantung koroner secara global setiap tahunnya.

Hasil Penelitian

Baca Juga:Direktur Al Jazeera Salah Negm: Kerugian yang Kami Alami karena Penghentian Siaran Dibawa ke Jalur HukumBenda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?

Dari penelitian WHO tersebut ditemukan 11 dari 130 sampel atau sekitar 8,46 persen mengandung lemak trans lebih dari dua persen total lemak, melebihi rekomendasi WHO yakni 2 gram/100 gram lemak total.

Team Lead NCDs and Healthier Population, WHO Indonesia, dr Lubna Bhatti mengatakan kadar lemak trans yang tinggi banyak ditemukan pada jajanan yang banyak dikonsumsi, seperti biskuit, wafer, produk roti, dan jajanan kaki lima seperti martabak dan roti maryam. Banyak dari makanan ini yang populer di kalangan anak-anak, sehingga membuat generasi mendatang berisiko mengalami kesehatan yang buruk.

“Tanpa kebijakan peraturan yang kuat dan didukung oleh undang-undang nasional, Indonesia berisiko masuknya produk-produk yang mengandung banyak lemak trans, sehingga memperburuk apa yang sudah menjadi ancaman kesehatan dan pembangunan nasional,” ucapnya saat ditemui di Jakarta Selatan, (7/5/2024).

Hingga saat ini, 53 Negara Anggota WHO secara global telah mengadopsi kebijakan praktik terbaik dalam penghapusan lemak trans, yang melindungi hampir separuh populasi dunia, sejalan dengan pendekatan WHO REPLACE yang diluncurkan pada tahun 2018.

0 Komentar