Hakim Konstitusi MK Arif Hidayat Ungkap Keganjilan Putusan Kepala Daerah Bisa Jadi Capres-Cawapres

Hakim Konstitusi, Arief Hidayat/Net
Hakim Konstitusi, Arief Hidayat/Net
0 Komentar

HAKIM Konstitusi Arief Hidayat merasakan ada keganjilan dalam proses pengambilan keputusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur soal batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi atau MK.

Arief mengatakan, keganjilan itu mulai dari penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda-tunda. Bahkan penundaan itu terjadi satu hingga dua bulan.

“Meskipun ini tidak melanggar hukum acara, namun penundaan perkara a quo berpotensi menunda keadilan dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri,” kata Arief saat membacakan pendapatnya, Senin 16 Oktober 2023.

Baca Juga:Erick Thohir Atau Gibran, PAN Pilih Siapa?Nama Gibran Santer Usai Putusan MK, Perkara Apa Dipanggil Hasto 18 Oktober?

Arief Hidayat bersama tiga hakim konstitusi lain yakni Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur soal batas usia capres-cawapres yang diajukan oleh mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A Almas.

Arief melanjutkan, penundaan itu merupakan ketidaklaziman yang dirasakannya selama 10 tahun menjadi hakim konstitusi, “Oleh karena itu dalam kesempatan ini pula saya mengusulkan agar mahkamah menetapkan tenggang waktu yang wajar,” kata Arief.

Keganjilan kedua, dirasakan Arief saat para hakim mulai menggelar rapat permusyawaratan untuk memutuskan perkara. Pada putusan perkara gugatan gelombang pertama Ketua MK Anwar Usman tidak ikut memutus perkara.

“Menurut wakil ketua, ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan,” kata Arief.

Ketidakhadiran Anwar Usman kala itu berbuah putusan perkara ditolak dengan komposisi enam hakim menolak dan dua hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion.

Namun, pada perkara nomor 90 dan 91, Anwar Usman tiba-tiba ikut membahas dan ikut memutus perkara tersebut. Padahal isu konstitusionalnya sama dengan perkara gelombang pertama. Hasilnya, perkara nomor 90 dikabulkan sebagian.

“Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang wajar,” kata Arief.

Baca Juga:Usai Putusan MK, Gerindra Gelar Rapat Dewan Pembina, Bahas Gibran?Apple Luncurkan 3 iPad Model Terbaru, Ada Peningkatan Chipset

Arief pun sempat menanyakan Anwar Usman dalam rapat permusyawaratan hakim alasannya tidak ikut memutus perkara gelombang pertama. “Setelah dikonfirmasi ketua menyampaikan ketidakhadiran (gelombang pertama) karena alasan kesehatan dan bukan menghindari konflik kepentingan,” kata Arief.

Selain itu, Arief juga mengalami pengalaman baru saat memutus perkara nomor 90 ini. Karena diputus dengan komposisi tiga hakim mengabulkan sebagian, dua orang hakim mengabulkan sebagian dengan alasan berbeda, dan empat lainnya menyatakan berbeda pendapat.

0 Komentar