Gugatan Hak Kepemilikan Atas Tanah: Mengungkap Sosok Manawijah dalam Dokumen AJB Tahun 1975

Kuwu Banjarwangunan, Sulaeman bersama kuasa hukumnya tunjukan bukti AJB atas tanah yang digugat Sultan Aloeda
Kuwu Banjarwangunan, Sulaeman bersama kuasa hukumnya tunjukan bukti AJB atas tanah yang digugat Sultan Aloeda II Rahardjo Djali Kraton Kasepuhan, Jumat (3/5).
0 Komentar

Penobatan Rahardjo sebagai sultan menjadi bukti bahwa polemik yang terjadi atau perebutan takhta di Keraton Kasepuhan Cirebon masih berjalan hingga kini. Sebab, Pangeran Raja Adipati (PRA) Luqman Zulkaedin pada tahun 2020 telah dinobatkan sebagai Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan Cirebon. Prosesi jumenangan Luqman itu digelar pada 30 Agustus 2020, sebulan setelah ayahnya yakni Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat mangkat.

Bahkan, bentrokan terjadi antar keluarga Kraton Kasepuhan Cirebon saat pelantikan perangkat kesultanan versi Sultan Sepuh Aloeda II Raden Rahardjo Djali di Bangsal Jinem Pangrawit Keraton Kasepuhan, Rabu 25 Agustus 2021.

Dr. Eva Nur Arovah, M. Hum dalam makalahnya berjudul Refleksi Sejarah: Polemik Keraton Cirebon dalam buku Geger Mahkota Kasepuhan karya Bondhan W,  Cetakan pertama, 1 April 2021 mengungkapkan salah satu hal yang paling relevan dengan berbagai peristiwa ketidakmulusan suksesi di atas adalah persoalan kepemilikan tanah keraton. Hingga kini, dua hal tersebut—suksesi dan kepemilikan tanah—seolah menjadi dua persoalan yang sama tuanya dengan keberadaan keraton itu sendiri.

Baca Juga:Benda Bercahaya Kehijauan Melintasi Langit Yogyakarta, Pertanda Apa?Indra Pratama Ungkap CCTV Tidak Ada yang Mati, Total 20 Aktif di TKP Bunuh Diri Brigadir RAT

“Peliknya persoalan sengketa tanah keraton bukan hanya menyangkut hak tanah antar para sultan, tetapi juga antara keraton dengan pihak pemerintah, keraton dengan pihak swasta, serta antara keraton dengan perseorangan. Sejarah keraton-keraton Cirebon yang panjang disertai pergantian kekuasan dan kebijakan akan kuasa tanah yang berbeda-beda menjadikan tanah sebagai aset ekonomi yang bernilai tinggi menjadi sumber rebutan,” tulisnya.

Menurut Eva dalam makalahnya, beberapa di antaranya telah tergadai, diambil alih atau dimiliki pihak lain yang justru terkadang dilakukan oleh, atau bekerja sama dengan pihak keluarga keraton sendiri. Karena itu diperlukan sikap hati-hati dalam mengelola sengketa tanah ini dengan menyerahkan penyelesaiannya pada pihak profesional. (*)

 

 

 

0 Komentar