Miftah mengatakan, sengketa tanah di Jalan Ampera ini terjadi pada 2012. Saat itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta BPN Kota Cirebon memblokir sertifikat tanah warga di Jalan Ampera, Kelurahan Pekiringan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Tanah seluas 6,3 hektare itu diklaim sebagai aset Pemprov Jabar sejak 1999.
Ari Sandi Irawan, salah satu warga yang aset tanahnya terblokir, saat ditemui dalam jumpa pers menegaskan bukti kepemilikan tanah adalah sertifikat, namun Pemprov Jabar tidak memiliki sertifikat yang sah atas aset tersebut.
“Kami pegang sertifikat, pada dasarnya kami masyarakat yang taat hukum. Kalau bisa Pemprov membuktikan ini adalah milik mereka ya tidak apa-apa, ganti rugi ke kami,” ujarnya, Sabtu (24/2).
Baca Juga:Terjadi Pengurangan 875,7 Juta Ton CO2 Ekuivalen di IndonesiaMUI Desak Kasus Anak Perempuan 14 Tahun asal Sumbar yang Dibuang ‘Mami’ Muncikari di Tol Ancol Segera Diusut
Pemprov Jabar disebut telah mengklaim aset tanah tersebut tanpa dasar yang jelas dan sepihak, merugikan masyarakat yang telah melakukan upaya-upaya ke lembaga terkait tanpa hasil.
“Sehingga, kita maunya ada kepastian hukum,” ucap Ketua dari Warga Ampera tersebut.
Masyarakat juga menyayangkan Pemprov Jabar mengklaim aset tersebut pada tahun 1999, padahal sertifikatnya sudah diterbitkan sejak tahun 1993.
Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa pemprov melakukan maladministrasi.
Akibat blokir sertifikat ini, sebanyak 117 sertifikat tidak bisa dijaminkan, dijualbelikan atau diproses untuk warisan.
“Sertifikat yang dimiliki oleh masyarakat sebanyak 117 sertifikat ini sah tapi tidak berharga atau mandul,” jelas pria yang memiliki aset tanah di wilayah tersebut sebanyak 200 meter persegi itu.
Masyarakat kini menempuh jalur hukum untuk mendapatkan keadilan kepemilikan tanah mereka.
Meskipun telah melakukan mediasi yang tidak membuahkan hasil, mereka yakin bahwa jalur litigasi adalah langkah yang tepat untuk menuntut hak mereka sebagai pemilik sah tanah di Jalan Ampera, Gunung Sari Dalam. (*)