Gempa Susulan di Tuban, Mengapa Bisa Memiliki Magnitudo Lebih Besar?

Gempa Susulan di Tuban, Mengapa Bisa Memiliki Magnitudo Lebih Besar?
Peta menunjukkan gempa tektonik magnitudo 6,5 pada kedalaman 10 kilometer terjadi di darat pada jarak 130 kilometer arah timur laut Tuban, Jawa Timur, Jumat (22/3/2024). - Antara
0 Komentar

GEMPA susulan terjadi beberapa kali di Tuban, Jawa Timur. Di antara gempa susulan tersebut, ada yang berkekuatan magnitudo (M) lebih besar dari gempa utamanya. Gempa susulan berkekuatan M 6,5 lebih besar dari gempa bumi utamanya M 5,9.

Seperti dihimpun delik, gempa bumi berkekuatan M 5,9 terjadi di Tuban, Jawa Timur pada Jumat (22/3) siang. Kemudian terjadi gempa bumi dengan magnitudo lebih besar pada pukul 15.52 WIB, yaitu mencapai M 6,5.

Gempa bumi susulan adalah satu atau serangkaian gempa yang terjadi setelah gempa utama, dengan pusat gempa susulan tersebar di dekat pusat gempa utama. Biasanya gempa bumi susulan memiliki kekuatan magnitudo yang lebih kecil dari gempa utama.

Baca Juga:Komite Investigasi Rusia: Korban Serangan ke Gedung Konser di Krasnogorsk Bertambah 93 Jiwa Tewas, 107 Dirawat di Rumah Sakit11 Orang Terlibat Serangan Teror di Gedung Konser Moskow Ditahan Otoritas Rusia, FSB: Termasuk 4 Teroris Ditangkap

Meski begitu, menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa susulan yang terjadi usai gempa utama bisa memiliki kekuatan yang lebih besar atau lebih kecil dari gempa utama. Namun yang sering terjadi dengan kekuatan lebih kecil.

Adapun terkait gempa susulan yang terjadi dengan kekuatan lebih besar dari gempa utama, dijelaskan lebih lanjut oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami, Daryono, melalui akun X resminya. Mengapa gempa susulan bisa memiliki magnitudo lebih besar?

Dikutip dari akun X, Minggu (23/3), Daryono mengatakan bahwa dalam bidang sesar/patahan yang sudah terakumulasi stress maksimum (matang), maka deformasi paling awal (first break) terjadi pada batuan paling lemah. Sementara dalam bidang sesar terdapat sebaran asperities (bakal slip/geser). Asperities batuan paling lemah, akan patah duluan sebagai gempa pembuka.

“Deformasi tersebut akan meningkatkan tekanan pada bidang lain, memicu deformasi makin banyak menyebar hingga menyentuh asperities utama yang membangkitkan gempa lebih besar atau GEMPA UTAMA,” jelas Daryono.

Daryono menyebut, analoginya mirip saat kita mematahkan penggaris kayu dengan cara melengkungkan dan menekuk penggaris tersebut maka akan terjadi retakan-retakan kecil, makin banyak berbunyi “kretek, kretek, kretek” (GEMPA-GEMPA KECIL) lalu disusul “brakkkk” (GEMPA UTAMA) paling besar.

Lebih lanjut, Daryono mengatakan gempa susulan merupakan sesuatu yang lazim terjadi pasca gempa kuat. Dia mengatakan teori ini bukan untuk ditakuti. Banyaknya gempa susulan terjadi hanya sekadar gambaran kondisi batuan yang rapuh mudah deformasi.

0 Komentar