Garis Pantai Terpanjang Kedua di Dunia, Indonesia Belum Punya Status Produsen Garam Terbesar, Ada Masalah Impor dan Kontaminasi Mikroplastik

Garis Pantai Terpanjang Kedua di Dunia, Indonesia Belum Punya Status Produsen Garam Terbesar, Ada Masalah Impor dan Kontaminasi Mikroplastik
Petani garam di Kaliori kabupaten Rembang/mitrapost.com/Istimewa
0 Komentar

Terlebih lagi, sebuah studi menyatakan bahwa teknologi produksi garam yang saat ini umum digunakan di Tanah Air, belum mampu menghilangkan kontaminasi plastik sepenuhnya. Teknologi yang ada hanya mampu meminimalisir.

Ini berarti solusi atas permasalah kontaminasi mikroplastik pada garam adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan sampah-sampah plastik yang tersebar di lautan. Bahkan, juga harus menghindari pembakaran sampah plastik di ruang terbuka. Pasalnya partikel mikroplastik dapat menyebar lewat udara.

Pemerintah Indonesia sejatinya telah berkomitmen mencegah kebocoran pembuangan sampah ke laut dengan membentuk Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (RAN PSL) tahun 2018-2025. Arahan-arahan strategis tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 83 Tahun 2018.

Baca Juga:Kawasan Rebana Metropolitan: Siapkah Jadi Wajah Jawa Barat?Hilirisasi Nikel Melanggar Hak Asasi Penduduk Lokal

Tidak hanya itu, demi mengurangi konsumsi plastik, Kementerian Keuangan juga berencana mengenakan cukai pada produk-produk plastik. Rentang cukai bervarisi tergantung tipe plastik, yakni dari Rp10 per cup hingga Rp30.000 per kg kemasan makanan styrofoam.

Sayangnya, ekstensifikasi cukai yang telah direncakan sejak 2022 silam masih belum terlaksana karena tersandung oleh berbagai konflik kepentingan. Cukai ini tentu akan menambah biaya operasional pabrik plastik, industri pengolahan makanan, restoran hingga lapisan masyarakat kelas bawah, yakni pedagang kaki lima.

Meskipun begitu, pemerintah tetap akan bersikap tegas dan berniat memberlakukan aturan cukai plastik pada tahun 2024. (*)

0 Komentar