Fadhilah Khan, Raja Cirebon Pasca Sunan Gunung Jati

Fadhilah Khan, Raja Cirebon Pasca Sunan Gunung Jati
0 Komentar

Fadhilah Khan bersama pasukan perang kesultanan Demak, Cirebon, dan daerah lainnya seperti Madura dan Banten merebut Sunda Kelapa dari Portugis pada tahun 1527 M. Wilayah itu kemudian berubah menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan yang selesai. Saat itu Fadhilah Khan sebagai panglima perangnya. Sejak itu Fadhilah Khan menjadi Bupati Jayakarta. Kemudian pada tahun 1552 M. Fadhilah Khan tinggal di Cirebon, mewakili Sunan Gunung Jati, karena Pangeran Pesarean sebagai wakil Sunan Gunung jati mangkat. Fadhilah Khan sendiri adalah besan dari Pangeran Pesarean, selain juga sebagai ipar, karena Ratu Ayu adalah kakak perempuan Pangeran Pesarean. 

Adapun tokoh-tokoh penerus jejak Sunan Gunung Jati, seperti disebut dalam karya Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari antara lain Panembahan Ratu, Pangeran/Panembahan Girilaya, Pangeran Samsudin/Martawijaya menjadi Sultan Sepuh/Kasepuhan I, Pangeran Badridin/Kartawijaya menjadi Sultan Anom/Kanoman I, dan Pangeran Wangsakerta menjadi Panembahan Cirebon I. Sejak masa itu, keraton Cirebon terbagi-bagi. Sesuai dengan konteks dinamika sejarah, Cirebon terbagi menjadi Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan dan Keparbonan.

Dengan fakta Fadhilah Khan pernah menjadi Raja Cirebon pasca Sunan Gunung Jati, seperti disebut oleh Atja di atas, maka sekalipun Suluk Gunung Jati dalam bentuk novel, sesungguhnya bukan sekadar cerita tanpa didasari sumber referensi yang dapat dipertanggung jawabkan, novel yang disebut novel sejarah ini menarik untuk dibaca. Dalam catatan penulis, novel ini mirip dengan Babad Cirebon, Serat Carub Kandha, Carios, Syajarah Cirebon atau yang serupa. Untuk dapat mengetahui sesuai dengan data-data primer perlu melihat naskah kuno, sekalipun sudah dialih aksarakan, atau alih bahasakan. 

Baca Juga:Memoles Citra Diri Politisi, Jangan Sampai Berujung Lemparan Alas KakiKorem 063/SGJ  Resmi Buka Liga Santri di Stadion Purnawarman

Karya E. Rokajat Asura tentang novel Suluk Gunung Jati, memang bukan yang pertama dalam karya sejenis. Beberapa karya lainnya, Raden Pamanah Rasa: Kemaharajaan Nusantara yang tak Terungkap (2016), Siapa Pengkhianat Diponegoro? (2013), Prabu Siliwangi: Bara di Balik Terkoyaknya Raja Digdaya (2009), dan Sadyakala Mataram: Sirnanya Impian Khaliftullah Tanah Jawa (2014).

Pertanyaannya, apakah dengan Fadhilah Khan pernah menjadi Raja Cirebon itu hanya bersifat transisi saja, sebab tidak ada hubungan darah dengan Sunan Gunung Jati dan Pangeran Cakrabuana atau bahwa di Cirebon itu sejak Sunan Gunung Jati, pertalian darah itu bukan menjadi salah satu kriteria kepemimpinan tertinggi, tetapi kualitaslah yang menjadi kriteria? Jika memang hal itu menjadi salah satu prinsip Sunan Gunung Jati, maka sudah sesuailah kalau Fadhilah Khan juga pernah menjadi wakil Sunan Gunung Jati ketika putra Sunan Gunung Jati, Pangeran Pesarean mangkat, berarti Cirebon memang berbeda dengan kerajaan Islam atau Kesultanan, atau Kesuhunan lain di Nusantara ini.

0 Komentar