Disebut Naskah Negara Kertabhumi, Setu Patok atau Talaga Maharena Wijaya dalam Prasasti Batu Tulis Bogor

Disebut Naskah Negara Kertabhumi, Setu Patok atau Talaga Maharena Wijaya dalam Prasasti Batu Tulis Bogor
Setu Patok
0 Komentar

SITU Patok atau Setu Patok secara bahasa berasal dari dua kata Bahasa Sunda, yaitu kata “Situ/Setu” yang maksudnya Danau dan kata Patok yang bermaksud “Tanda yang dipancangkan”, seperti tanda batu, kayu dan lain sebagainya yang ditancapkan ke tanah. Dinamakan demikian konon dahulu di Situ/Danau tersebut banyak Patok-patok yang ditancapkan guna memperkuat tanggul danau agar bila musim penghujan tidak terjadi banjir di daerah atau desa-desa sekitar danau.

Situ Patok, letaknya di Desa Situ Patok Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, dalam penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Saefullah dkk (2016) disebutkan bahwa Situ Patok dijadikan Bendungan oleh Belanda, pembangunannya dimulai dari tahun 1921 hingga tahun 1925.

Sebagai sebuah bendungan, maka sudah barang tentu fungsi Situ Patok adalah sebagai penampungan air guna keperluan masyarakat Cirebon kala itu, baik untuk keperluan pengairan sawah, kebun hingga keperluan mandi dan minum.

Baca Juga:Nikita Mirzani Butuh Sosok Pria yang Bisa MenemaninyaUpacara Melasti, Jelang Nyepi Suci Diri

Sementara itu menurut Kartani (2003 hlm 6), bahwa Situ Patok adalah danau buatan yang telah ada sebelum masa kolonial Belanda, ia meyakini bahwa Situ Patok adalah danau yang disebut dalam Naskah Negara Kertabhumi (21) dengan “Talaga Maharena Wijaya” yaitu suatu Danau yang dibuat oleh Prabu Amuk Marugul, penguasa Kerajaan Japura.

Selain disebutkan dalam Naskah Negara Kertabhumi, sebetulnya nama Talaga Maharena Wijaya juga disebut-sebut dalam Prasasti Batu Tulis Bogor, yaitu suatu prasasti yang dibuat oleh Prabu Surawisesa (1520-1535), untuk mengenang kewafatan ayahnya Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi).

Prasasti itu berbunyi ;”Semoga selamat. Inilah tanda peringatan untuk Prabu Ratu Almarhum, dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan lagi dengan nama Sri Baduga Maharaja, raja penguasa di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata, Dialah yang membuat tanda peringatan gunung-gunungan, meluaskan jalan dan mengeraskan dengan batu, membuat Huyan Samida, membuat Sanghiyang Talaga Rena Maha Wijaya. Dialah yang membuat semua itu. ditulis dalam tahun saka lima-pandawa-pengasuh-bumi.”

Penyebutan Sanghiyang Talaga Rena Maha Wijaya dalam Prasasti Batu Tulis dan Talaga Maharena Wijaya dalam Naskah Negara Kertabhumi sepertinya merujuk pada objek yang sama, yaitu suatu Talaga yang sekarang dikenal dengan nama Setu Patok.

0 Komentar