Denny JA: Gelombang Protes Kampus Sebuah Ironi, Ini 3 Alasannya

Denny JA: Gelombang Protes Kampus Sebuah Ironi, Ini 3 Alasannya
Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny Januar Ali (Denny JA)
0 Komentar

PENDIRI dan Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny Januar Ali (Denny JA) mengungkapkan gelombang protes di sejumlah kampus merupakan sebuah ironi. Pasalnya, saat ini semakin banyak kalangan terpelajar di kampus yang bergerak dan mengkritik Jokowi, tetapi Jokowi justru semakin populer.

“Ini ironinya. Justru semakin banyak publik luas yang puas dengan kinerja Jokowi,” kata Denny JA dikutip dari video Ekspresi Data Denny JA, Minggu (4/2).

Selain itu, kalangan terpelajar di kampus juga bergerak mengkritik Prabowo dan Gibran, tetapi yang terdengar elektabilitas Prabowo dan Gibran justru meningkat menuju satu putaran saja.

Baca Juga:Inspirasi dan Tips Momen Imlek Bagi KeluargaToyota Land Cruiser Se Dibekali Baterai Jarak Tempuh 1.000 Km Sekali Pengisian Daya, Rilis 2026

“Bagaimana kita menjelaskan ironi itu? Di awal sudah dikatakan ini karena hadirnya the silent majority,” kata Denny JA.

Menurut Denny JA, terminologi ini untuk menggambarkan mayoritas pemilih yang suaranya tak terpublikasi. Itu adalah fenomena universal. “The silent majority hadir di Indonesia, juga ada di Eropa di Amerika Serikat, dan di banyak negara lain,” ungkapnya.

Denny JA mengungkapkan tiga alasan mengapa suara publik yang mayoritas ini menjadi bisu, tak terdengar, dan tak bersuara.

Pertama, untuk kasus Indonesia, mayoritas pemilih yang puas pada Jokowi dan memilih tidak bersuara atau diam saja karena memang mereka sudah merasa nyaman dengan situasi sekarang.

“Tak ada keperluan mereka untuk ikut ribut-ribut bersuara. Umumnya mereka tidak berkarakter aktivis,” kata Denny JA.

Alasan kedua, mereka menghindari konfrontasi dengan the vocal minority. Mereka tak ingin menghabiskan energi bertentangan dengan yang berbeda haluan.

Alasan ketiga, para pemilih dalam barisan the silent majority memilih bisu, karena mereka memiliki orientasi dan prioritas hidup yang berbeda.

Baca Juga:Jelang 14 Februari, Temuan Survei 82,3 Persen Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Kinerja JokowiAplikasi Zoom PHK Massal Ratusan Karyawan Atas Desakan Investor

Bagi the silent majority, lanjut Denny JA, isu dinasti atau isu demokrasi atau isu etika tidak menjadi prioritas utama hidup. Mereka lebih disentuh oleh isu ekonomi, akses pada fasilitas kesehatan, kesempatan pendidikan, dan lain sebagainya.

“Saya sendiri secara pribadi selalu menghargai dan mendengar kritik para profesor dan akademisi dari kampus. Suara kritis itu selalu kita perlukan untuk perkembangan dan penyempurnaan ruang publik,” katanya.

0 Komentar