Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah memperingatkan selama bertahun-tahun bahwa China secara sistematis menindas warga Uighur dan menghapuskan budaya dan kepercayaan agama mereka, dan dokumen-dokumen baru itu merinci bagaimana pihak berwenang mengejar “pendidikan ulang” ideologis untuk seluruh penduduk.
Warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya yang dipenjara di dalam kamp-kamp tersebut dinilai berdasarkan seberapa baik mereka berbicara bahasa Mandarin yang dominan, dan mengikuti aturan ketat mulai dari mandi hingga menggunakan toilet. Skor mereka menentukan apakah mereka bisa pergi.
Dokumen yang bocor tersebut diperoleh dan dipublikasikan pada Minggu (24/11).
Pihak berwenang China telah membenarkan langkah-langkah ekstrem yang diperlukan untuk melawan apa yang mereka klaim sebagai “terorisme” dan untuk memastikan keamanan nasional China.
Baca Juga:Viral Foto Bareng Pengancam Jokowi, Mahfud MD Tanggapi Santai: Memang Gue Pikirin!Mariana Web: Misteri Terbesar Internet Belum Terpecahkan
Senin (25/11), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang membantah dokumen bocor tersebut, dengan mengatakan bahwa masalah seputar Muslim Uighur adalah “murni urusan dalam negeri China”.
“Media-media tertentu berusaha untuk mencemari upaya kontraterorisme dan deradikalisasi China di Xinjiang dengan menghina isu-isu terkait Xinjiang, tetapi upaya mereka tidak akan berhasil. Stabilitas, solidaritas etnis, dan kerukunan di Xinjiang adalah respons terbaik terhadap disinformasi semacam itu,” kata Geng, dikutip dari VOA. (*)