Cerita Julius Tahija hingga Lisa Pease Tentang JFK, Indonesia, CIA dan Freeport

Penandatanganan kontrak pengelolaan tambang di Papua antara Freeport dengan pemerintah Indonesia, 1967. Foto:
Penandatanganan kontrak pengelolaan tambang di Papua antara Freeport dengan pemerintah Indonesia, 1967. Foto: The Netherlands National News Agency (ANP).
0 Komentar

Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our Local Army Friend. 

Salah satu bukti adalah sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, yang menyatakan jika kelompok Jenderal Suharto akan mendesak angkatan darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Soekarno berhalangan. Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi jika hal itu benar adanya.

Awal November 1965, satu bulan setelah tragedi 1 Oktober 1965, Forbes Wilson mendapat kabar dari Ketua Dewan Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan apakah Freeport sudah siap mengeksplorasi gunung emas di Irian Barat. 

Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga

Wilson jelas kaget. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan hingga 1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat akan jatuh ke tangan Freeport? Lisa Pease mendapatkan jawabannya.

Para petinggi Freeport ternyata sudah mempunyai kontak tokoh penting di dalam lingkaran elit Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan Julius Tahija. Orang yang terakhir ini berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. 

Ibnu Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam angkatan darat karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasionil mereka. Sebab itulah, ketika ketika UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didiktekan Rockefeller, disahkan tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Suharto adalah Freeport. Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru dibuat. 

Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah banyak merugikan Indonesia. Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport menggandeng Bechtel, perusahaan Amerika Serikat yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978. 

Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun. Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A. Maley, menulis sebuah buku berjudul “Grasberg” setebal 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu memiliki depost terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar.

0 Komentar