Cerita Anggota Komisi VIII DPR RI Soal Wanita Usia 90 Tahun Hidup Sebatang Kara asal Magetan Bikin Risma Menangis

Cerita Anggota Komisi VIII DPR RI Soal Wanita Usia 90 Tahun Hidup Sebatang Kara asal Magetan Bikin Risma Menangis
Mensos Tri Rismaharini menangis saat rapat kerja bersama komisi VIII, Selasa (18/3). Foto: Tangkapan Layar TV Parlemen
0 Komentar

MENTERI Sosial Tri Rismaharini atau Risma menangis dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VIII DPR. Risma menangis saat mendengar cerita dari Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Golkar M. Ali Ridho.

Ridho bercerita tentang kisah seorang wanita asal Magetan berusia di kisaran 90 tahun yang hidup sebatang kara bernama Semi. Katanya, ia menghidupi dirinya dengan mengandalkan penghasilan dari kerupuk lempeng yang dihargai sekitar Rp 5.000.

“Saya menyempatkan diri untuk datang ke rumahnya, saya cari alamatnya dari berita, dan memang benar orang ini sebatang kara. Kebetulan dia memasak, mohon maaf bu, kebetulan tidak ada beras,” kata Ridho, di Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (19/3).

Baca Juga:Mensos Dibanjir Pertanyaan Anggota Komisi VIII DPR Terkait Penyaluran Bansos Januari-Februari 2024Budi Arie Projo: Rekonsiliasi Nasional Langkah Tepat Bangun Bangsa Usai Pemilu 2024

Ceritanya pun sempat terhenti lantaran ia menahan tangis. Katanya, wanita tersebut memasak tahu dan kacang panjang yang direbus tanpa menu lainnya. Mendengar cerita tersebut, Risma tampak menahan tangis dengan menutupi wajahnya menggunakan tangan.

“Saya tahu mungkin ini temuan saya satu-dua. Saya yakin bu menteri menemukan hal banyak hal seperti ini karena wilayah yang ibu tangani adalah di seluruh nusantara ini,” ujarnya.

“Yang kasihan itu dia sering melihat tetangganya menerima bantuan, ya mungkin tetangganya layak dibantu. Tetapi, dirinya tidak menerima bantuan,” sambungnya.

Di sisi lain yang masih di desa yang sama, menurut informasi yang didapatkan Ridho, ada sejumlah pihak yang menerima bansos namun tidak berhak menerimanya. Oleh karena itu, ia mempertanyakan siapa pihak yang berhak untuk mengusulkan dari bawah nama orang yang berhak masuk ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Yang kita sama-sama tahu di lapangan, agak sulit mencoret KPM yang sebenarnya sudah tidak layak menerima, tetapi dia tetap menerima dan ketika harus dikeluarkan ini ada banyak hal yang menyebabkan mereka tidak berani. Entah itu ancaman, atau Kepala Desa tidak berani mencoret KPM yang sudah mampu dan tidak layak menerima,” tuturnya.

Dalam momentum tersebut, Risma tampak menundukkan kepala. Wajahnya memerah seolah sedang menahan tangis. Ia terlihat melepas kacamatanya dan mengusap air matanya dengan tisu. (*)

0 Komentar