BMKG: Jarak Jakarta-Megathrust Selat Sunda Capai 300 Kilometer, Begini Gambarannya

Skenario terburk megathrust Selat Sunda diprediksi mencapai Magnitudo 8,7 dan berdampak ke provinsi lain. - (D
Skenario terburk megathrust Selat Sunda diprediksi mencapai Magnitudo 8,7 dan berdampak ke provinsi lain. - (DOK/BMKG)
0 Komentar

BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah melakukan gambaran megathrust berikut dampaknya terhadap beberapa wilayah di Indonesia. Gambaran dampak tersebut juga termasuk wilayah Jakarta yang dekat dengan megathrust Selat Sunda.

Septa Anggraini, Penanggung Jawab Tim Diseminasi Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, dalam dialog Kesiapsiagaan Provinsi DKI Jakarta Terhadap Ancaman Gempa Bumi Megathrust, di Jakarta, Selasa (10/9/2024) mengatakan jarak antara Jakarta dengan megathrust Selat Sunda mencapai 300 kilometer.

Menurutnya jika megathrust Selat Sunda terjadi maka status wilayah Jakarta berdasarkan gambaran yang disiapkan oleh BMKG adalah oranye. Status warna tersebut menurut dia memiliki informasi yang berbeda tergantung dari dampak yang dihasilkan.

Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia

“Jakarta oranye karena akan mengalami kerusakan ringan dan sedang. Ringan itu apabila gedung-gedung yang ada sudah memperhatikan bangunan tahan gempa. Bagaimana dengan bangunan yang tidak tahan gempa? Bisa lebih buruk dari itu,” jelasnya.

Septa Anggraini melanjutkan potensi tsunami yang terjadi akibat megathrustSelat Sunda juga perlu diantisipasi masyarakat Jakarta. Dari model yang telah dibuat BMKG, Jakarta mendapatkan status berwarna kuning untuk gambaran tsunami yang terjadi karena megathrust Selat Sunda.

Status kuning diberikan karena ketinggian gelombang mencapai 0,5 meter. Septa Anggraini menjelaskan gelombang tsunami yang disebabkan oleh megathrust Selat Sunda itu akan sampai ke Jakarta, dua jam setelah gempa terjadi.

“Kita tidak boleh menggampangkan karena 0,5 (meter), karena gelompang tsunami dengan gelombang biasa itu berbeda. Gelombang tsunami membawa energi meski ketinggian 0,5 meter,” jelasnya.

Menurutnya waktu tiba dua jam itu justru harus dimanfaatkan oleh masyarakat Jakarta untuk melakukan upaya penyelamatan. Hal itu perlu dilakukan agar kerugian yang terjadi bisa diminimalkan.

Septa Anggraini menambahkan, wilayah Jakarta secara fisiografi didominasi oleh kondisi dataran rendah dengan struktur tanah lunak.

“Di Jakarta, semakin ke utara tanahnya semakin lunak dan makin tebal. Jika terjadi gempa di zona megathrust maka sebagian besar wilayah Jakarta memiliki kerentanan sangat tinggi terhadap gempa,” katanya.

Baca Juga:Jokowi: Tanggal Pelantikan 20 Oktober, Saat Itu Bapak Prabowo Milik Seluruh Rakyat Indonesia Bukan GerindraRapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada Prasangka

Di sisi lain, ia menegaskan tidak ada yang bisa memprediksi kapan terjadi pastinya gempa. Bahkan, negara maju seperti Jepang pun tidak bisa memprediksi kapan gempa terjadi. “Sehingga, dengan sejarah gempa yang telah tercatat maka bisa menjadi pembelajaran bagi Indonesia untuk menata mitigasi ketika terjadi bencana,” katanya. (*)

0 Komentar