BMKG Bantah Pernyataan Polusi Udara Menyebabkan Gelombang Covid-19 Varian Omicron

BMKG Bantah Pernyataan Polusi Udara Menyebabkan Gelombang Covid-19 Varian Omicron
Ilustrasi
0 Komentar

BADAN Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membantah pernyataan bahwa polusi udara menyebabkan gelombang Covid-19 varian Omicron. Sebelumnya, seorang pegiat media sosial, Babeh Aldo, menyatakan bahwa gelombang pandemi akibat Omicron sebagai pandemi polusi udara.

Dalam video, Aldo menyebut bahwa zat PM2,5 yang meracuni udara akan menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, atau ISPA, anosmia, badai sitokin, hingga yang disebut Covid-19.

Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022, menjelaskan PM2,5 merupakan aerosol dengan ukuran diameter partikel kurang dari 2,5 mikrometer dan tergolong sebagai salah satu pencemar udara.

Baca Juga:Teka-Teki Kitab di Padepokan Tunggal Jati Nusantara, Fakta Baru Nur Hasan Tersangka Ritual Maut di Pantai PayanganKembangkan Struktur Organisasi Densus 88, Kapolri Bakal Gandakan Jumlah Personel hingga Anggaran

Urip mengatakan peningkatan konsentrasi PM2,5 di udara memang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak pada penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer.

“Paparan terhadap konsentrasi PM2,5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama,” ujar Urip. Nilai ambang batas konsentrasi PM2,5 menurut Peraturan BMKG Nomor 2 Tahun 2020 adalah sebesar 65 µg/m3.

Akibat dampak tersebut, lanjut dia, muncul kesalahpahaman informasi atau miskonsepsi yang menyebut bahwa pencemaran udara menjadi penyebab penularan virus Sars-Cov-2 dan peningkatan pasien positif Covid-19.

Menurut dia, sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2,5 dan penularan Covid-19.

Urip mengutip penelitian Anand et al. (2021) berjudul “A review of the presence of SARS-CoV-2 RNA in wastewater and airborne particulates and its use for virus spreading surveillance”, dan penelitian dari Maleki et al. (2021)) berjudul “An updated systematic review on the association between atmospheric particulate matter pollution and prevalence of SARS-CoV-2”.

“Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM2,5 sebagai penyebab Covid-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat,” ujarnya.

Dari data konsentrasi harian PM2,5 dan jumlah kasus positif Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta 1 Januari hingga 6 Februari 2022, memperlihatkan peningkatan kasus positif Covid-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM2,5.

Baca Juga:Kapolri Kerahkan Densus 88 Kawal MotoGP hingga Presidensi G20Tabrakan Maut Bus Rosalia Indah vs Truk di Jalan Raya Tegal-Purwokerto, 1 Orang Meninggal Dunia

Urip mengatakan lonjakan konsentrasi PM2,5 yang terjadi misalnya pada 5, 16, dan 30 Januari 2022 tidak seiring dengan penambahan kasus positif Covid-19. “Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM2,5 menyebabkan peningkatan kasus positif Covid-19 tidak sesuai,” kata Urip.

0 Komentar