Bisa Menyembuhkan Tapi Tak Ada Uji Klinis, Pakar Ungkit Fenomena Tongkat Perkins Terkait Polemik Terawan

Bisa Menyembuhkan Tapi Tak Ada Uji Klinis, Pakar Ungkit Fenomena Tongkat Perkins Terkait Polemik Terawan
Mantan Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto (Covid19.go.id)
0 Komentar

PENGAMAT kesehatan yang juga dokter spesialis jantung dr. Bambang Budiono menyatakan prihatin atas diberhentikannya seorang dokter ternama oleh Ikadan Dokter Indonesia (IDI). Meski tidak menyebut nama orang yang diberhentikan tapi bukan rahasia umum lagi bahwa IDI baru saja mencabut ijin praktik mantan Menteri Kesehatan dr Terawan.

“Belakangan ini media online dan televisi diwarnai berita pemberhentian seorang dokter ternama dari keanggotaan IDI. Beritanya semakin ramai dengan maraknya para tokoh masyarakat memberi testimoni yang menyatakan bahwa selama ini yang bersangkutan telah berhasil menyembuhkan ribuan orang dengan metoda terapi yang masih diperdebatkan manfaatnya, dan menjadi salah satu penyebab alasan pemberhentian,” kata Bambang dalam keterangannya, Jumat 8 April.

“Sebagai sejawat yang telah menyatakan sumpah sebagai saudara kandung, tentu ikut prihatin dan sedih akan peristiwa tersebut, namun itu suatu keputusan yang telah diambil di forum tertinggi organisasi. Saya tak akan masuk dalam masalah itu, karena tak memiliki interes untuk terlibat dalam pusaran konflik. Yang ingin saya bahas adalah,” lanjutnya.

Baca Juga:Rangkuman Operasi Militer Khusus Rusia Hari ke-44 ke Ukraina, Adakah Berakhir dalam Waktu DekatOperasi Militer Khusus Rusia ke Ukraina, Kremlin: Kami Mengalami Kerugian Pasukan yang Signifikan

Dokter Bambang pun menjelaskan apa yang menjadi akar permasalahan pemecatan Terawan oleh IDI yaitu terkait pengujian metode “cuci otak” yang belum terbukti secara klinis. Bambang menjelaskan dalam menguji keampuhan suatu metoda pengobatan ada beberapa cara atau metodologi yang lazim dilakukan dan telah diterima secara luas di dunia medis. Bisa menggunakan hasil antara atau “surrogate end point”.

“Misalnya melihat adanya perubahan penanda khusus dari hasil laboratorium, melihat perubahan dari pencitraan khusus (kardiologi nuklir, ekokardiografi, dll) yang digunakan untuk melihat dampak suatu pengobatan. Bisa juga dengan menggunakan data klinis sebagai hasil akhir, misalnya peningkatan kemampuan fisik, penurunan kekerapan dirawat di rumah sakit akibat gagal jantung, penurunan kejadian serangan jantung dan kematian, dan lain lain,” ujarnya.

Menurutnya, menilai keunggulan suatu metoda pengobatan, bisa dilakukan dengan membandingkan obat atau metoda baru dengan terapi standar (jika sudah ada), atau membandingkan dengan suatu bahan yang tidak aktif yang disebut plasebo. Metoda penelitian yang terbaik jika dilakukan randomisasi atau acak, pasien dan dokter tak tahu yang mana obat aktif dan mana plasebo, karena kemasan plasebo dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk obat atau zat aktif, biasanya akan diberi kode dan pada akhir penelitian baru dibuka untuk mengetahui mana yang zat aktif dan mana yang plasebo.

0 Komentar