Benarkah PDI Perjuangan Mengulangi Partai Demokrat Usai Tak Lagi Berkuasa, Jadi Target Jerat Hukum?

Pertemuan Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kanan) di Ista
Pertemuan Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kanan) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/6/2022) (Dokumentasi DPP PDI Perjuangan)
0 Komentar

Namun, realita acap kali berbeda. Dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum di Indonesia, Mahfud MD menyatakan bahwa hukum di Indonesia tak jarang dipengaruhi oleh kekuatan politik.

Secara tersirat, Mahfud menjelaskan bahwa hukum di Indonesia tidak bebas nilai dan selalu terkait dengan kepentingan kekuasaan. Oleh karena itu, meskipun secara ideal hukum harus netral, dalam praktiknya hukum sering digunakan sebagai alat politik untuk mencapai tujuan tertentu.

Mahfud MD dalam bukunya mengemukakan bahwa politik hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh dinamika politik dan kekuasaan. Hukum, tak hanya di Indonesia, kerap dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan sosial dari kelompok-kelompok tertentu, yang membuat hukum tidak sepenuhnya netral dan independen.

Baca Juga:Demonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah KorbanKomnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo

Dengan interpretasi tersebut, klaim bahwa kader PDI Perjuangan menjadi target jerat hukum kiranya harus dilihat dari dua sisi. Di satu sisi, mungkin saja nuansa politis dalam penegakan hukum eksis. Namun, di sisi lain, harus diakui bahwa proses hukum harus tetap berjalan dan penegakan hukum yang adil harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Lalu, apakah citra PDIP akan terpengaruh dan simpati terhadap mereka akan menurun drastis setelah deretan kasus hukum yang menjerat kadernya?

Sejumlah kasus hukum yang menerpa kader PDI Perjuangan, termasuk Hevearita, praktis memberikan dampak negatif terhadap citra partai tersebut. Dalam dunia politik, persepsi publik adalah faktor kunci yang menentukan dukungan masyarakat kendati kepercayaan terhadap partai politik tak selalu baik.

Ketika elite sebuah partai terjerat kasus korupsi, publik cenderung melihat partai tersebut sebagai institusi yang korup dan tidak dapat dipercaya.

Hal ini diperkuat oleh media massa dan rekaman jejak digital di lini masa yang sering kali mengekspose skandal korupsi dan meningkatkan kesadaran publik tentang perilaku koruptif para politisi.

Pengalaman Partai Demokrat yang mengalami penurunan drastis dalam dukungan setelah sejumlah kadernya terlibat kasus korupsi memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana skandal rasuah dapat memengaruhi keberlangsungan partai politik.

Setelah lengser dari kekuasaan pada tahun 2014, Partai Demokrat berjuang untuk mendapatkan kembali dukungan publik, namun hingga kini belum berhasil kembali ke posisi puncak. Hal yang sama berpotensi terjadi pada PDI Perjuangan jika mereka gagal mengelola krisis ini dengan baik.

0 Komentar