Belajar dari Sejarah Arab Spring

Belajar dari Sejarah Arab Spring
Ketua JMSI Jawa Barat, Sony Fitrah Perizal 
0 Komentar

SEBUAH gelombang revolusi mengguncang dunia Arab pada tahun 2011, jutaan rakyat di negara-negara Arab turun ke jalan menuntut perubahan. Dimulai dari Tunisia, gerakan rakyat ini merambat ke berbagai negara, menumbangkan rezim otoriter yang telah berkuasa selama puluhan tahun.

Sejarah mencatat, gelombang protes itu dipicu oleh ketidak adilan dan represi politik. Rakyat Arab muak dengan rezim otoriter yang korup, represif, dan membungkam suara rakyat dengan berbagai cara.

Kemarahan rakyat memuncak saat terjadi krisis ekonomi, tingkat pengangguran, kemiskinan dan semakin melebarnya kesenjangan sosial. Rakyat merasakan ketidakadilan ekonomi dan frustrasi dengan melonjaknya harga makanan pokok dan kecilnya peluang untuk lepas dari jeratan kemiskinan.

Baca Juga:Meta Tidak Akan Lagi Bayar Penerbit Berita AustraliaAmerika Serikat adalah The Great Lodge of Freemasonry

Disaat yang sama, rakyat Arab sudah akrab dengan berbagai platform media sosial seperti Facebook dan Twitter. Dampaknya, media sosial jadi sarana efektif menyebarkan informasi dan mengorganisir gerakan demonstrasi. Media sosial memungkinkan rakyat untuk bersatu dan melawan rezim yang represif.

Keberhasilan revolusi di Tunisia memicu efek domino di negara-negara Arab lainnya. Setelah Tunisia, giliran Mesir yang diguncang demo besar-besaran. Jatuhnya rezim Mubarak di Mesir menjadi inspirasi bagi rakyat di negara-negara lain untuk memperjuangkan demokrasi.

Sayangnya, gerakan Arab Spring tak semuanya berakhir dengan cerita Indah. Arab Spring di Suriah mendapat tekanan hebat dari rezim Bashar Asad.

Suriah pun jatuh ke dalam perang saudara berkepanjangan yang menyebabkan ratusan ribu orang tewas dan belasan juta orang hingga sekarang hidup di pengungsian dan membuat negeri tersebut terpecah-pecah.

Mari kita berharap, kisah tragis rakyat Suriah tak terjadi di tanah air. Tidak sekarang, tidak juga dimasa yang akan datang.

Harus sama-sama kita sadari, meskipun Indonesia memiliki kondisi yang berbeda dengan negara-negara Arab, beberapa faktor yang memicu Arab Spring juga terdapat di Indonesia.

Bicara soal ketidakadilan dan represi politik, kita harus jujur akui bila tingkat korupsi di tanah air masih tinggi, kasus pelanggaran HAM dan pembungkaman suara kritis masih ada dan itu berpotensi memicu kemarahan rakyat.

Baca Juga:Politisi PAN Heru Subagia: ‘Meledaknya’ Suara PSI Merusuhkan Kontruksi Politik, Demokrasi Dibajak Kepentingan TertentuGempa Magnitudo 4,9 Guncang Wilayah Sukabumi

Begitu pun soal kesenjangan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, mahalnya harga bahan makan pokok, kemiskinan, dan kesenjangan sosial. Semua ituharus bisa segera diatasi karena bisa jadi sumber rasa frustrasi bagi rakyat.

0 Komentar