Awas Inflasi

Awas Inflasi
Warga Ukraina mengungsi ke wilayah negara tetangga. Foto: AFP
0 Komentar

Sementara itu, Ukraina merupakan salah satu negara sumber impor gandum terbesar Indonesia. Namun dampak nya akan kecil karena impor utama ma sih datang dari Australia. Indonesia ma sih bisa mencari negara lain untuk sub stitusi gandum.

Bahan konsumsi pokok penduduk Indonesia masih beras sehingga kenaikan harga gandum tidak berdampak besar. Sejauh ini, dampak perang terhadap inflasi Indonesia belum terasa. Tingkat inflasi Indonesia masih di kisaran rendah. Buktinya, mengutip laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2022 terjadi deflasi sebesar 0,02% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,24.

Deflasi terjadi karena penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,84% serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,04%.

Baca Juga:Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin Segera Disidang di Pengadilan Tipikor PalembangIni Bukti Bank-Bank Rusia Sudah Siap Hadapi Sanksi Dari AS Sejak Tahun Lalu

Sedangkan tingkat inflasi tahun kalender (year to date/ytd) hingga Februari 2022 sebesar 0,54% dan tingkat inflasi tahun ke tahun (year on year/yoy) sebesar 2,06%. Angka ini masih terkendali dalam kisaran sasaran target inflasi tahun 2022 sebesar 3 persen±1 persen (yoy).

Sedangkan komponen inti pada Februari 2022 mengalami inflasi sebesar 0,31%. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (ytd) sebesar 0,72% dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (yoy) sebesar 2,03%.

Melihat level inflasi yang masih di kisaran 2% atau relatif rendah, risiko inflasi yang lebih tinggi dari harga energy masih bisa ditahan.

Sebelum perang meletus, ancaman inflasi global sudah sering diutarakan para pembuat kebijakan moneter dan fiskal. Saat itu, ancaman inflasi global disebabkan makin tingginya permintaan (demand) seiring mulai pulihnya perekonomian di banyak negara.

Di sisi lain, pasokan (supply) tersendat karena kapasitas produksi global yang masih rendah dan adanya gangguan logistik. Akibatnya, terjadi disrupsi pada rantai pasok global (global supply chain). Namun ceritanya akan lain jika konflik Rusia-Ukraina berkepanjangan.

Tidak hanya memacu laju inflasi, pemulihan ekonomi pasca-Covid akan tersendat. Ancaman inflasi sudah terlihat di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat.

Kini, dengan adanya perang yang hingga kemarin sudah memasuki hari kedelapan, inflasi bakal melonjak. Menurut beberapa pengamat, konflik Rusia dan Ukraina bisa membuat tingkat inflasi tahunan Amerika Serikat (AS) mencapai 10% di dari 7,5% pada Januari.

0 Komentar