Ahli Psikologi Forensik: Bukti Komunikasi Elektronik Berperan Penting Ungkap Fakta Sebenarnya Kasus Vina-Eky

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel. (tangkapan layar)
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel. (tangkapan layar)
0 Komentar

PAKAR psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan bahwa bukti komunikasi elektronik berperan penting untuk mengungkap fakta sebenarnya dalam kasus kematian Eky dan Vina Cirebon pada 2016.

Menurut dia, bukti itu dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai keterlibatan para terpidana, termasuk Saka Tatal dalam peristiwa tersebut.

”Kita membutuhkan bukti komunikasi elektronik yang rinci, termasuk siapa yang berkomunikasi dengan siapa, mengenai apa, dan pada waktu kapan. Ini akan membantu kita memahami apakah para pelaku merencanakan pembunuhan atau tidak,” ujar Reza di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Rabu (31/7).

Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya

Reza hadir sebagai ahli dalam sidang lanjutan peninjauan kembali (PK) kasus pembunuhan Eky dan Vina, yang diajukan pemohon Saka Tatal di PN Cirebon. Dia menyampaikan apabila kasus benar ini merupakan pembunuhan berencana, pasti ada komunikasi antar pelaku, baik melalui telepon atau sarana komunikasi lain.

Selain itu, Reza menyoroti pentingnya bukti elektronik dari para korban untuk menangkap indikasi kegelisahan mereka pada saat kejadian seperti rasa takut, cemas, panik, atau upaya mencari pertolongan. Dia juga sangat menyayangkan atas tidak dihadirkan bukti elektronik tersebut, dalam persidangan yang mengadili Saka Tatal serta ketujuh terpidana lain pada 2016 dan 2017.

”Saya merasa bukti elektronik itu sudah ada, karena Polda Jabar pasti melakukan ekstraksi terhadap ponsel seluruh pihak terkait pada malam (kejadian),” tutur Reza.

Keberadaan bukti tersebut, menurut dia, sangat penting guna menyimpulkan apakah benar terjadi pembunuhan berencana dan pemerkosaan atau tidak. Penting juga untuk mengetahui profil psikologis kedua korban, guna menentukan apakah keberadaan sperma pada tubuh Vina merupakan hasil dari aktivitas seksual paksaan atau kesepakatan.

”Jika sperma itu dihasilkan dari aktivitas paksaan, jelas ada pemerkosaan. Namun, jika dari aktivitas yang mau sama mau, itu bukan pemerkosaan,” ungkap Reza.

Dia menegaskan, proses persidangan termasuk upaya PK dari pihak pemohon, harus mengandalkan pembuktian yang saintifik, bukan hanya keterangan. Reza pun menyarankan agar majelis hakim PN Cirebon, perlu menguji semua hipotesis yang ada untuk mencari kebenaran dalam kasus ini.

0 Komentar