KONTRAS Surabaya menyebut kematian Alfarisi bin Rikosen di Rutan Kelas I Medaeng menegaskan buruknya kondisi penahanan di Indonesia. Hal ini juga dinilai sebagai kegagalan negara dalam memenuhi kewajiban untuk melindungi hak rakyatnya.
Alfaris merupakan salah satu pemuda yang ditangkap dalam rangkaian penindakan terhadap massa aksi Demonstrasi Agustus 2025. Dia dikabarkan meninggal pada Selasa (30/12/2025).
“Kematian Alfarisi saat berada dalam penguasaan penuh negara kembali menegaskan buruknya kondisi penahanan di Indonesia serta kegagalan negara dalam memenuhi kewajibannya untuk melindungi hak atas hidup dan menjamin perlakuan yang manusiawi bagi setiap orang yang dirampas kebebasannya,” kata Sekjen Federasi KontraS, Andy Irfan, melalui keterangan pers, Selasa.
Baca Juga:Tokoh Utama Gerakan GenZ yang Gulingkan Sheikh Hasina, Sharif Osman Hadi Jadi Korban Pembunuhan BerencanaPemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 Miliar
Irfan menyebut selama masa penahanan, Alfarisi dilaporkan mengalami penurunan berat badan drastis hingga 30-40 kilogram. Hal ini menunjukkan adanya tekanan psikologis yang berat dan minimnya layanan kesehatan.
Irfan mengatakan situasi tersebut bertentangan dengan standar minimum PBB terkait perlakuan terhadap narapidana. Dia menegaskan bahwa negara wajib memastikan pemenuhan hak kesehatan fisik dan mental bagi setiap tahanan, tanpa diskriminasi.
Lebih lanjut, Irfan juga menuturkan kronologi kematian Alfarisi. Pada Rabu (24/12/2025), keluarga melakukan kunjungan terakhir. Pada saat itu, Alfarisi terlihat tidak menunjukkan keluhan kesehatan serius.
Kemudian, pada Selasa (30/12/2025) sekira pukul 06.00 WIB, Alfarisi meninggal dunia di Rutan. Irfan menyebut, berdasarkan keterangan rekan satu sel, Alfarisi menjalani kejang-kejang sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Kemudian, pada pukul 08.30 WIB, KontraS menerima infomasi mengenai kematian Alfarisi dari pihak keluarga. Jenazah Alfarisi pun dipulangkan ke Madura untuk dimakamkan.
Sementara itu, Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, mengatakan bahwa setiap kematian yang terjadi di tahanan merupakan tanggung jawab negara. Fatkhul menyebut negara wajib melakukan penyelidikan yang cepat, independen, imparsial, dan transparan untuk mengungkap sebab-sebab kematian Alfarisi serta memastikan adanya pertanggungjawaban.
“Tidak adanya informasi sebelumnya mengenai kondisi medis serius, dikombinasikan dengan laporan penurunan kondisi fisik yang ekstrem, semakin memperkuat dugaan adanya kelalaian struktural dalam sistem pemasyarakatan dan praktik penahanan di Indonesia,” kata Fatkhul.
