Kasus Tambang Konawe Utara Periode 2007-2014 Rugikan Negara Rp2,7 Triliun: SP3

Kasus Tambang Konawe Utara Periode 2007-2014 Rugikan Negara Rp2,7 Triliun: SP3
Gedung KPK
0 Komentar

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab banjir kritikan atas penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi di Kabupaten Konawe Utara pada periode 2007-2014. Kasus dugaan korupsi ini disinyalir merugikan negara Rp 2,7 triliun.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menerangkan SP3 kasus tersebut berdasarkan sangkaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor yang tidak cukup bukti. Pasalnya, kata Budi, berdasarkan surat dari BPK sebagai auditor negara, kerugian negaranya tidak bisa dihitung. Sedangkan untuk sangkaan pasal suapnya dinyatakan telah kedaluwarsa.

“Dalam surat BPK disampaikan KN (kerugian negara) tidak bisa dihitung karena tambang yang belum dikelola tidak tercatat sebagai keuangan negara/daerah, termasuk tambang yang dikelola perusahaan swasta tidak masuk dalam lingkup keuangan negara,” ujar Budi kepada wartawan, Selasa (30/12/2025).

Baca Juga:Tokoh Utama Gerakan GenZ yang Gulingkan Sheikh Hasina, Sharif Osman Hadi Jadi Korban Pembunuhan BerencanaPemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 Miliar

Karena itu, kata Budi, jika terjadi penyimpangan dalam proses pemberian IUP atas hasil tambang tersebut, tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

“Karena tidak masuk dalam kategori keuangan negara, maka atas hasil tambang yang diperoleh perusahaan swasta dengan cara yang diduga menyimpang, tidak dapat dilakukan penghitungan KN oleh BPK,” tandas Budi.

Budi juga menegaskan bahwa sejak awal penyidik sudah berupaya optimal untuk membuktikan perbuatan melawan hukum para pihak atas perkara yang sudah bergulir sejak tahun 2017 ini. Selain mengenakan sangkaan pasal kerugian negara, penyidik juga telah mengenakan pasal suapnya, tetapi pada akhirnya kedaluwarsa.

“Setelah melalui serangkaian proses ekspose pada tahun 2024, perkara ini diputuskan untuk dihentikan, dengan menerbitkan SP3 tertanggal 17 Desember 2024. Penerbitan SP3 ini sudah melalui upaya optimal dalam penyidikan yang panjang,” pungkas Budi.

Diketahui, pada 4 Oktober 2017, KPK menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi di Kabupaten Konawe Utara pada periode 2007-2014.

Dalam perkara tersebut, KPK menduga Aswad menyebabkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,7 triliun, yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh melalui proses perizinan yang melawan hukum.

0 Komentar