Menurut Nailul, dengan harga rata-rata Rp 15 ribu per porsi, ada Rp 7,9 triliun uang masyarakat yang dipakai.
“Apakah tidak berat bagi negara untuk menunda dan mengalihkan bagi masyarakat di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara yang tengah kesusahan. Apakah tidak lebih baik menambah anggaran untuk mereka jika pun sudah ada anggaran,” katanya.
Di samping itu, Nailul mengkritik rencana BGN merapel MBG beberapa hari dalam satu paket yang tidak jauh dari makanan dalam kemasan. Kemasan itu meliputi untuk biskuit, jajan ringan, susu dalam kemasan, hingga roti.
Baca Juga:Tokoh Utama Gerakan GenZ yang Gulingkan Sheikh Hasina, Sharif Osman Hadi Jadi Korban Pembunuhan BerencanaPemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 Miliar
Alih-alih dimiliki pengusaha mikro dan kecil, Nailul mengatakan aneka kebutuhan MBG justru kembali masuk ke kantong konglomerat. Uang Rp 7,9 triliun masuk lebih banyak ke konglomerat, bukan ke pedagang sayur di pasar, petani sayur di daerah.
“Yang menikmati adalah orang besar yang duduk dalam kursi mewahnya di rumah yang megah.”
Oleh sebab itu ia menyayangkan kalau penyaluran MBG saat masa liburan akhirnya hanya bakal memperkaya konglomerat yang kekayaannya bisa 1.000 kali lipat dari pekerja kantoran dengan gaji UMR. Ditambah lagi, standar gizi makanan kemasan di MBG tidak sebanding dengan sayuran, protein, karbohidrat, vitamin, dan manfaat lain yang terkandung dalam menu.
