Bareskrim: 600 WNI Diduga Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di Kamboja

Kabareskrim Komjen Syahardiantono dan jajaran saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Ju
Kabareskrim Komjen Syahardiantono dan jajaran saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Jumat malam, 26 Desember 2025. (Foto: RMOL/Bonfilio Mahendra)
0 Komentar

BADAN Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan ada 600 warga negara Indonesia yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja. Data itu didapat dari laporan Kedutaan Besar Besar Republik Indonesia (KBRI) Pnom Penh, Kamboja.

Temuan itu muncul saat Bareskrim, Kementerian Luar Negeri, dan sejumlah lembaga negara lain memulangkan sembilan WNI yang menjadi korban TPPO serta penyiksaan di tempat kerjanya di Kamboja. “Di sana masih ada kurang lebih 600 orang menurut informasi dari Kedutaan,” kata Kepala Desk Ketenagakerjaan Polri Brigadir Jenderal Mohammad Irhamni di Gedung Bareskrim Polri, Jumat, 26 Desember 2025.

Irhamni mengatakan sembilan WNI itu menjadi korban TPPO ke Kamboja dengan modus yang berbeda-beda. Namun mereka sama-sama ditawari pekerjaan sebagai operator komputer dengan iming-iming gaji besar. Seorang korban mengaku diiming-imingi gaji Rp 9 juta per bulan. Sesampainya di sana, mereka ternyata bekerja sebagai operator scam online dan juga judi online. Orang tua korban kemudian membuat pengaduan ke Bareskrim.

Baca Juga:Tokoh Utama Gerakan GenZ yang Gulingkan Sheikh Hasina, Sharif Osman Hadi Jadi Korban Pembunuhan BerencanaPemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 Miliar

Tim dari Bareskrim kemudian berangkat ke Kamboja pada 15 Desember 2025 untuk melakukan penyelamatan sekaligus penyelidikan dugaan TPPO terhadap sembilan korban, yang terdiri dari tiga perempuan dan enam laki-laki. Mereka berasal dari Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara.

Menurut Irhamni, korban melarikan diri dari tempat bekerjanya masing-masing karena mendapatkan perlakuan kekerasan, baik fisik maupun psikis. Kekerasan fisik berupa hukuman push up, sit up, hingga lari mengelilingi lapangan futsal 300 kali itu harus mereka hadapi bila tidak berhasil mencapai target.

Para korban saling bertemu pada saat melaporkan diri di KBRI Kamboja pada akhir bulan November 2025. Selanjutnya mereka memutuskan untuk tinggal bersama karena ketakutan dan tidak mau kembali ke tempat mereka bekerja.

Polisi saat ini melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran Pasal 4 Undang-Undang 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 Undang-Undang 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran. “Kami akan mengejar perekrut, team leader, dan bos pelaku yang menikmati semua keuntungan dari pekerjaan ini,” kata Irhamni.

0 Komentar