Penjelasan Airlangga soal Amerika Minta Akses Tambang Mineral Kritis Indonesia

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan Ambassador Jamieson Greer dari United States
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan Ambassador Jamieson Greer dari United States of Trade Representative di kantor USTR, Washington D.C. pada Senin (22/12/2025). (IST)
0 Komentar

BADAN Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) telah melakukan pembicaraan dengan pihak Amerika Serikat (AS) terkait akses tambang mineral kritis (critical mineral).

Pembahasan itu, kata Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto merupakan bagian dari negosiasi tarif resiprokal nol persen untuk sejumlah komoditas SDA (Sumber Daya Alam) Indonesia.

“Tentu yang critical mineral sudah ada pembicaraan Danantara dengan badan ekspornya di Amerika, dan juga ada beberapa perusahaan Amerika yang sudah berbicara dengan perusahaan critical mineral di Indonesia. Jadi itu akses terhadap critical mineral yang disediakan oleh pemerintah,” ujar Menko Airlangga di Jakarta, Jumat (26/12/2025).

Baca Juga:Tokoh Utama Gerakan GenZ yang Gulingkan Sheikh Hasina, Sharif Osman Hadi Jadi Korban Pembunuhan BerencanaPemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 Miliar

Peran BPI Danantara, kata Menko Airlangga, bersifat business to business (B2B). Artinya, Danantara memfasilitasi dan menjembatani kerja sama langsung antara perusahaan Indonesia dan perusahaan AS yang memiliki minat berinvestasi di sektor mineral kritis.

“Sebenarnya, keterlibatan AS di sektor mineral kritis di Indonesia, bukanlah hal baru. Contohnya tembaga (copper) yang telah digarap perusahaan AS, Freeport-McMoRan, sejak 1967,” ungkapnya.

Selain tembaga, Menko Airlangga menyebut sejumlah mineral kritis lain yang diincar AS, antara lain nikel, bauksit, hingga logam tanah jarang (rare earth). Untuk nikel, Menko Airlangga menyebut perusahaan multinasional seperti PT Vale Indonesia Tbk yang telah beroperasi di Indonesia sejak 1970-an.

Sementara, untuk pengembangan baterai kendaraan listrik, Menko menyebut sejumlah perusahaan otomotif asal AS seperti Ford Motor Company dan Tesla juga sudah menjalin kerja sama dengan Indonesia. “Adapun mineral rare earth, masih dalam tahap pengembangan. Itu by product dari Timah,” tutur Menko Airlangga.

Dia mengakui, AS memang membutuhkan akses terhadap mineral kritis untuk berbagai sektor strategis, mulai dari otomotif, industri pesawat terbang, hingga peralatan pertahanan dan militer.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menargetkan kesepakatan tarif resiprokal dengan AS dapat dituntaskan dan ditandatangani pada akhir Januari 2026 oleh Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump.

Seluruh isu substansi dalam dokumen Perjanjian Tarif Resiprokal atau Agreement on Reciprocal Trade (ART) pada prinsipnya telah disepakati oleh kedua negara. Saat ini, proses perundingan memasuki tahap legal drafting dan penyelarasan bahasa.

0 Komentar