“Kami menemukan dalam diri Anda mitra dalam kemanusiaan kita bersama dan dalam perjuangan untuk kebebasan dan martabat manusia,” tulis dokumen tersebut, sambil menegaskan bahwa tidak setiap orang Yahudi adalah seorang Zionis dan tidak setiap Zionis adalah seorang Yahudi.
Iman di Masa Genosida
Bagian penutup dokumen ini menegaskan kembali iman umat Kristen Palestina dan menilai bahwa pembicaraan solusi politik akan sia-sia tanpa pengakuan atas ketidakadilan historis sejak Deklarasi Balfour dan munculnya gerakan Zionis.
“Yang dibutuhkan adalah tindakan dan perlindungan internasional,” tulis Kairos II, seraya menekankan bahwa solusi yang langgeng harus berlandaskan keadilan, kesetaraan, dan hak menentukan nasib sendiri, bukan kekerasan.
Baca Juga:Tokoh Utama Gerakan GenZ yang Gulingkan Sheikh Hasina, Sharif Osman Hadi Jadi Korban Pembunuhan BerencanaPemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 Miliar
Dalam konferensi tersebut, anggota dewan Kairos Palestina dan dokter mata, Dr. Muna Mushahwer, mengakui kemarahan yang dirasakan komunitasnya. “Ya, kami marah, bahkan sangat marah,” katanya.
“Tetapi dari penderitaan dan kesakitan inilah muncul momen kebenaran bagi kita, seruan keteguhan hati,” tambahnya.
Para penyelenggara menyatakan bahwa Iman di Masa Genosida dimaksudkan untuk berdiri sejajar dengan dokumen-dokumen pengakuan Kristen bersejarah lainnya, seperti Deklarasi Barmen pada masa kebangkitan Nazisme, Surat Martin Luther King Jr. dari Penjara Birmingham dan Dokumen Kairos Afrika Selatan selama perjuangan melawan apartheid.
