KONTROVERSI muncul setelah pernyataan Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk isu antisemitisme, Yehuda Kaploun, yang menyinggung kemungkinan perubahan kurikulum pendidikan di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Kaploun, yang baru dikukuhkan oleh Senat AS sebagai Special Envoy to Monitor and Combat Antisemitism (SEAS), menyampaikan pandangannya dalam sebuah forum yang diselenggarakan kantor berita Jerusalem Post, Senin, 22 Desember 2025. Dalam kesempatan itu, ia menekankan bahwa pendidikan merupakan arena utama untuk membentuk narasi global terkait antisemitisme.
Dalam pernyataannya, Kaploun menyebut Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan mempertanyakan bagaimana materi pendidikan di negara tersebut dapat diubah. Ia mengatakan akan memanfaatkan posisinya di Departemen Luar Negeri Amerika Serikat untuk memengaruhi penulisan sejarah, buku pelajaran sekolah, serta materi pendidikan digital secara global agar sejalan dengan standar yang ditetapkan Amerika Serikat.
Baca Juga:Tokoh Utama Gerakan GenZ yang Gulingkan Sheikh Hasina, Sharif Osman Hadi Jadi Korban Pembunuhan BerencanaPemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 Miliar
Kaploun juga menyinggung kemungkinan revisi terhadap buku-buku pelajaran yang didanai Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta menyatakan bahwa negara-negara terkait dapat dimintai pertanggungjawaban apabila tidak melakukan perubahan yang diharapkan.
Selain isu kurikulum, Kaploun mengungkapkan rencana pembentukan unit teknologi khusus di bawah kantor utusan tersebut. Unit ini, menurutnya, akan berfokus pada pengawasan dan pengaruh terhadap percakapan daring serta algoritma digital. Ia juga menyebut adanya rencana kerja sama dengan tokoh-tokoh besar di sektor teknologi.
Kaploun menambahkan bahwa kantor utusan untuk memantau dan memerangi antisemitisme akan dinaikkan statusnya menjadi salah satu unit paling berpengaruh di Departemen Luar Negeri AS.
Pengangkatan Kaploun sendiri menuai perdebatan di dalam negeri Amerika Serikat. Sejumlah politisi dari Partai Demokrat menilai rekam jejaknya terlalu partisan untuk jabatan yang selama ini diharapkan bersifat netral dan mendapat dukungan lintas partai.
Sementara itu di Indonesia, pernyataan Kaploun memicu perhatian dan kekhawatiran terkait potensi intervensi asing terhadap kebijakan pendidikan nasional. Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Indonesia dalam menanggapi pernyataan tersebut.
