Saat Diplomasi Nuklir Washington-Teheran, Skenario Intelijen Paling Rumit dalam Sejarah Militer Israel

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kanan, dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjabat tangan di
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kanan, dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjabat tangan di Museum Israel di Yerusalem pada 2017. (Foto: AP)
0 Komentar

Faktanya, keputusan menyerang telah diambil dengan sepengetahuan penuh AS. Langkah-langkah diplomatik itu hanya kamuflase.

“Semua laporan yang ditulis tentang Bibi yang tidak sejalan dengan Witkoff atau Trump tidak benar,” kata seorang sumber.

“Akan tetapi bagus bahwa ini menjadi persepsi umum. Itu membantu untuk melanjutkan perencanaan tanpa banyak orang menyadarinya,” tambahnya.

Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya

Bahkan setelah serangan dimulai, pemerintahan Trump masih menyampaikan satu pesan diplomatik terakhir kepada Iran melalui Qatar. AS menawarkan peluang terakhir sebelum keterlibatan militernya secara langsung.

Syaratnya sangat luas yaitu Iran harus menghentikan dukungan terhadap Hizbullah dan Hamas serta mengubah fasilitas Fordow dan fasilitas lain agar tidak lagi mampu memperkaya uranium. Sebagai imbalan, AS menawarkan pencabutan semua sanksi yang dikenakan pada Iran.

Tak lama kemudian, Iran menolak tawaran tersebut dan Trump memberikan lampu hijau untuk keterlibatan militer AS.

Hancurkan tim ahli Iran

Meski persiapan militer hampir rampung, pejabat keamanan Israel menilai kerusakan sementara tidak cukup. Target utama ialah tim ahli Iran, para insinyur, dan fisikawan yang diyakini menguasai teknik mengubah material nuklir menjadi senjata.

Pada pukul 03.21 dini hari waktu setempat, 13 Juni, Angkatan Udara Israel mulai menghantam bangunan dan rumah tinggal di Teheran. Secara bersamaan, Operasi Narnia diluncurkan untuk menargetkan ilmuwan nuklir utama Iran.

Intelijen Israel menyusun daftar 100 ilmuwan kunci dan mempersempitnya menjadi sekitar selusin target. Mereka dilacak melalui berkas intelijen yang dikembangkan selama puluhan tahun.

Di antara korban pertama adalah Mohammad Mehdi Tehranchi, fisikawan dan ahli bahan peledak yang disanksi AS, tewas di apartemennya di Kompleks Profesor.

Baca Juga:Usai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda NasionalSekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke Pimpinan

Dua jam kemudian, Fereydoun Abbasi, mantan kepala Organisasi Energi Atom Iran, juga tewas. Total 11 ilmuwan nuklir senior Iran tewas pada 13 Juni dan hari-hari berikutnya.

“Dengan terbunuhnya para profesor ini, mereka mungkin telah tiada, tetapi pengetahuan mereka tidak hilang dari negara kita,” kata Amir Tehranchi, saudara korban.

Senjata khusus dan agen rahasia Dalam Operasi Rising Lion, jet tempur dan drone Israel, dibantu agen di dalam Iran, menghancurkan lebih dari separuh peluncur rudal balistik Iran dan sebagian besar pertahanan udara.

0 Komentar